Selama satu bulan tentara Belanda mengadakan gerakan pembersihan di sekitar Bangkalan. Pada tanggal 17 Agustus 1947, tentara Belanda menyerang dan menembus di pertahanan sungai Gebang, dengan tembakan howitzer dan mortir. Di daerah pertempuran itu Letnan Tiwar dan tiga prajurit gugur, dan tentara Belanda bergerak terus ke Arosbaya dan mendudukinya. Belanda mengetahui benar bahwa Arosbaya adalah gudang makanan dan gudang beras.
Markas Batalyon I Resimen 35 Pindah Ke Desa Pesantren
Dengan direbutnya Arosbaya oleh tentara Belanda, maka Kompi Hamid mundur ke Klampis-Sepuluh, begitu pula Kompi Fatah dan Kompi Salik Munir mundur dan dipusatkan di sekitar Gegger. Markas Batalyon I Resimen 35 dipindahkan ke desa Pesantren, yang merupakan suatu tcmpat yang ideal sekali sebagai markas gerilya.
Di tempat inilah Mayor Abu Djamal dan Ajudannva Letnan Dua Safiun telah berjumpa dengan Mayor Hanafi, dan Mohammad Noer (Wedana) dalam perjalanan kontak dengan pasukan-pasukan sebagai Komandan COPP.
Pada waktu itu tanggal 30 Agustus 1947, satu peleton tcntara Belanda menyusup ke lembah desa Pesantren, di situ terjadi kontak senjata dengan pasukan kita. Korban di pihak Belanda sebanyak 7 orang diangkut dengan cikar pir ke Kamal dan diteruskan ke Surabaya, sedangkan di pihak kita tidak ada korban. Musuh didesak ke jurusan Arosbaya.
Pendaratan Belanda di Sektor III (Madura Timur)
Pendaratan di Branta Pamekasan dan Camplong Sampang.
Path tanggal 4 Agustus 1947, kurang lebih pukul 1100 terjadi pendaratan tentara Belanda disertai dengan pasukan tank di Camplong/Sampang .Sebagian tentara Belanda mendarat pula di Tlanakan/Branta dan bermarkas di kediaman Camat Tlianakan.
Sepanjang jalan dari desa Tianakan di kota Pamekasan di persiapkan “trekbom-trekbom” Waktu pendaratan tersebut seorang dari tentara dan lima orang rakyat pejuang luka-luka. Tentara Belanda yang mendarat di Branta sementara dihambat oleh pertahanan pasukan kita di bawah pimpinan Mayor Rasyid (Acik) yang disiagakan untuk itu, dibantu oleh pasukan Hisbullah di bawah pimpinan H. Amiruddin.
Tentara Belanda tidak melanjutkan perjalanannya ke kota Pamekasan dan berkonsolidasi di tempat Camat Tlanakan. Pada tanggai 5 Agustus 1947, tank-tank Belanda menduduki stasiun kereta api Pamekasan dan dari sana mencoba memasuki kota Pamekasan, tetapi terhenti oleh trekbom-trekbom yang dipasang di jembatan selatan Gurem.
Gerakan Tentara Belanda Ke Kota Pamekasan
Setelah Belanda gagal mencoha melalui jembatan Gurem, maka keesokan harinya pada tanggal 6 Agustus 1 947, tentara Belanda mencoba lagi masuk Pamekasan dengan gerakannya dari sebelah timur melalui desa Kangenan terus Pademawu masuk kota melalui belakang pertahanan kita.
Gerak jalan dari tentara Belanda itu tidak mendapat perlawanan dari tentara kita, karena yang datang adalah Stoottroep/ujung tombak pasukan tentara Belanda yang didukung oleh peralatan yang lengkap berupa tank dan kendaraan berlapis baja, maka dengan lancar Stoottroep itu memasuki kota Pamekasan. Taktik bumi hangus terus ditingkatkan terhadap tempat-tempat penting. Bom tank (trckbom) kebanyakan tidak meledak, karena tentara kita memang masih kurang pengalaman dalam melayani sistem trekbom dan dikala jarak musuh masih jauh, bom sudah diledakkan terlebih dahulu. Memang sudah menjadi kelebihan Belanda, dalam “agresinya”, seperti misalnya memasuki kota Pamekasan pasukan tanknya terus berkeliling kota dengan melepaskan tembakan membabibuta selama tiga jam.
Selain serangan darat itu, dilakukan pula serangan dari udara yang diadakan sebelum dan sesudahnya memasuki kota Pamekasan. Pada waktu itu Sektor III Kabupaten Pamekasan ada di bawah pimpinan Mayor Sulaiman.
Penyingkiran
Sebelum kota Pamekasan diduduki oleh tentara Belanda, penduduk kota dan pemerintahan sipil telah menyingkir. Tentara kita dan Badan Kelasykaran Perjuangan lainnya juga meninggalkan kota dan terus menempati pertahanan di sekitar Kolpajung, kurang lebih tiga kilo meter dan sebelah utara Pamekasan sebagaimmana telah direncanakan semula.
Karena kota Pamekasan sudab dikuasai Belanda, maka semua kekuatan tentara kita, Mobil Brigade, Kepolisian, dan Lasykar Pcrjuangan yang mempertahankan di sebelah selatan kota, meninggalkan pertahanannya dan terus bergabung dengan induk pasukannya yang ada di daerah Kolpajung dan sekitamya.
Kota Bangkalan dan Sampang Dikuasai Belanda
Kota Bangkalan dan Sampang yang telah dikuasai Belanda pada hari pendaratannya yang pertama pada tanggal 4 Agustus 1947, tetapi tentara kita bersama-sama Kelasykaran Perjuangan tidak tinggal diam dan terus mengadakan perlawanan dan gangguan-gangguan dari luar kota.
Di samping tidak ada pertempuran berarti, korban dari pihak kita hanya seorang yaitu Kapten Saleh. Kakinya terkena peluru dan menderita cacat (invalid). Ia sekarang tinggal di Ujung Pandang sebagai pengurus Rumah Perawatan Anak-anak Cacat.
Pasukan Belanda yang mendarat di Camplong melalui kota Sampang menuju ke pantai utara, Kawedanan Ketapang. Dalam perjalanan ke Ketapang ini terjadi pertempuran-p ertempuran seperti di Omben dan Sokabanah.
Pertempuran di daerah Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang serta di Karang Penang terjadi dengan sengit yang dipertahankan Komando Sektor II dan dibantu oleh Sabilillah sehingga di daerah tersebut patroli-patroli Belanda merasa tidak aman.
Di desa Bira Timor Kecamatan Sokobanah tentara TNI yang dipimpin oleh Letnan Dua R. Mohammad Noer serta Sabilillah yang dipimpin oleh M. Abdul Rasyid Tahir terjadi pertempuran dengan pihak Belanda dan diantara kedua belah pihak hanyak korban dan banyak yang gugur.
Di pihak kita kurang lebih 50 orang yang gugur dan 22 orang luka-luka, dipihak Belanda tidak diketahui secara pasti. Hingga beberapa bulan di daerah ini patroli Belanda merasa tidak aman. Sedangkan sebagian besar korhan telah dipindahkan ke Taman Makam Pahiawan “Kusuma l3angsa” Sampang.
Pihak Belanda mengadakan penangkapan-penangkapan, sehingga K. Usmoi dan pimpinan Sabilillah Sukabanah M. Abdul Rasyid Tahir ditawan hingga penyerahan kedaulatan.
Mengingat kekuatan tentara kita, baik dalam persenjataan maupun organisasi yang jauh berbeda dengan tentara Belanda yang dihadapi, maka sedikit demi sedikit tentara Belanda dapat menguasai kota-kota di Madura sepanjang selatan pulau seperti Kamal, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan, kecuali pantai Sumenep dan kotanya.
Tindakan Sewenang–wenang Tentara Belanda
Di daerah-daerah yang pemah diduduki oleh tentara Belanda, mereka bertindak sewenang-wenang dan leluasa, baik dengan jalan propagandanya maupun dengan jalan kekerasan fisik, antara lain pembakaran rumah-rumah penduduk, penangkapan tokoh-tokoh sipil dan sebagainya.
Dengan sendirinya yang belum insaf benar akan arti kemerdekaan sudah tentu mudah dipengaruhi oleh propaganda mereka atau digunakan sehagai kaki-tangannya (mata-mata) dan sehagainya.
Di kota Pamekasan, tentara Belanda mendirikan Markas Utaina (Hoofdkwarticr) sedangkan di kota Sampang merupakan cabangnya. (Lontar Madura)
Tulisan diangkat dari buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, oleh Tim Penyusun Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Madura, 1991, Bab III, dengan sub judul : (1) Aksi Militer Belanda di Madura, (2)Pembentukan Komando Pusat Pertempuran Madura (3) Pasukan Belanda Menuju Bangkalan,(4) Gerakan Belanda dan Pendudukan Arosbaya,(5) Pengerahan Tenaga di Daerah Pendudukan Belanda, (6) Serangan Umum di Kota Pamekasan, (7) Penghianatan Dalam Pertempuran Klampar , (8) Serangan Balasan Terhadap Belanda di Desa Morsomber, (9) Pusat Pemerintahan Sipil Pindah Ke Sumenep, (10) Serangan Final Belanda Besar-Besaran Ke Sumenep