Kiai Djauhari, Sosok Muqaddam Yang Sederhana

“Mon bhagus ghallu romanah, dhagghi’ tak bisa jhagha ban loppah kaangghuy abhajang tahujjud.”

Kelahiran, Masa Kecil, dan Masa Remaja

Kiai Djauhari lahir di Congkop, Prenduan, Sumenep, pada 27 Ramadhan 1323 H/28 Agustus 1904 M malam Ahad pukul 03.00 WIB. Kiai Djauhari dilahirkan dengan nama Muhammad Amien. Kiai Djauhari adalah anak kesepuluh Kiai Chotib yang dilahirkan kembar dengan saudaranya, Aminah. Sayangnya, Aminah meninggal dunia pada han Senin, 24 J. Tsani 1335 H/16 April 1917 M, dalam usia 12 tahun akibat luka bakar karena bermain api bersama kawan-kawannya.

Sejak kecil, Kiai Chotib mendidik Kiai Djauhari dengan pendidikan agama dan moral secara Iangsung. Pendidikan agama dimulai dengan mengajarkan AI-Qur’an bersama putra-putri Prenduan lainnya. Selain Al-Qur’an, Kiai Chotib juga mengajarkan kitab-kitab agama, seperti SullamS afinah, Bithyatu1 Hidtyah, ‘AqIdatul ‘Awarn, Jurmiali, dan lain-lain. Kiai Djauhari terbilang santri yang cerdas dan mahir dibandingkan teman-teman sebayanya ketika itu. Saat itu, bakat-baicat kepemhnpinannya sudah sangat menonjol, sehingga ia disegani teman-temansiya.

Lewat proses pendidikan inilah, Kiai Djauhari tumbuh menjadi anak yang memiliki mental kepribadian yang kokoh. Menurut Bapak Zuher (2008) seperti diceritakan bibinya, Bu Hosna, Kiai Djauhari sering mengikuti ayahnya saat berdakwah ke berbagai tempat. Pengalaman mi dengan sendirinya semakin memompa motivasi dirinya untuk mendalaini ilmu-ilinu agama, termasuk semakin dewasanya sikap dan kepribadiannya. Di mata kawan-kawannya, Kiai Djauhari terkenal dengan sosok pribadi yang berkepribadian luhur.
Walaupun Kiai Djauhari tidak pernah mengenyam pendidikan pada sekolah formal yang dikelola oleh Belanda seperti halnya putra-putri mayoritas ulama dan Kiai Madura ketika itu, berbekal kecerdasan dan kemahiraimya, Kiai Djauhari telah beberapa kali khatarn Al-Qur’an serta menguasai kitab-kitab kuning yang diajarkan oleh ayahnya. Berbekal kecerdasaririya itu pula, Kiai Djauhari belajar secara otodidak pengetahuan umum dengan cara bertariya kepada kawan-kawan sepermainannya yang terdiri dan putra-putri elite pedagang Prenduan.

Dalam berinteraksi dengan kawan-kawannya, seperti penutur Husein P Abdur Rasyid (teman semasa remajanya), Kiai Djauhari terkenal dengan sosok yang sangat akrab, komunikatif, dan familiar (nganggep). Dengan sangat mudah, Kiai Djauhari dikenal oleh kawan-kawannya (Kafie, 1996:76).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.