Pada waktu Belanda melanjutkan serangannya ke kota Bangkalan, telah terjadi pertempuran sengit antara tentara Belanda dengan Pasukan Pesindo yang bertahan di Junok sebelah timur Rumah Sakit Bangkalan dengan kekuatan dua Seksi yang masing-masing dipimpin pemuda Iskandar di sebelah utara dan pemuda Mohammad Amin di sebelah selatan sungai. Pemuda Isandar menderita luka di pahanya.
Adapun pemuda Abdus Syukur yang menggantikan sebagai Pimpinan dalam serangan balasan selanjutnya cukup menunjukkan kemampuannya. Bekas kediaman Asisten Residen Belanda yang ditempati menjadi Markas Pesindo, dibumi hanguskan dan sebagian besar hancur. Di waktu belakangan gedung itu dibangun kembali dan kini menjadi kantor DPRD, sedangkan jalan sepanjang desa Junok itu sekarang diberi nama Jalan Pemuda Kaffa.
Dari gerakan-gerakan tersebut menjadi jelaslah bahwa Belanda akan menduduki kota Bangkalan dengan masuk dari Lambung sebelah timur. Dan desa Junok pertempuran beralih ke seberang Masjid Jamik di kota Bangkalan yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1947, dengan korban di pihak Belanda sebanyak dua orang.
Pada tanggal 23 Agustus 1947 terjadi pertempuran hebat di Gedongan di seberang penjara.
Tidak sedikit jatuh korban di pihak Belanda, sedang di pihak kita pun menderita korban. Karena sengitnya pertempuran di desa tersebut, maka jalan desa Gedongan itu sekarang diganti dengan nama Jalan Pertempuran.
Pertempuran di Gedongan
Dan Kompi Kelasykaran Pesindo yang dipimpin oleh pemuda Syafiri, ditugaskan untuk menyerang kota Bangkalan di sebelah barat kota, termasuk Seksi yang dipimpin oleh Pemuda Doufirul Chusni, sedang dari sebelah utara dan Kompi Batalyon I sendiri. Tetapi sangat disayangkan bahwa serangan umum tersebut menghadapi kegagalan dan hanya pasukan dan jurusan timur saja telah menyerang pasar Tanjung Kecamatan Bumeh.
Setelah serangan umum gagal akibat ketelambatan Komando, maka Pasukan dan Seksi Doufirul Chusni kcmbali ke pangkalan di kampung Bandaran. Keesokan harinya sekitar pukul 14.00 pasukan Belanda mengadakan serangan ke kampung Bandaran dengan maksud untuk mengadakan pembersihan, karena diduga bahwa Pasukan Pemuda Pesindo bersembunyi di daerah Gedongan.
Dengan operasi pembersihan tersebut disambut oleh Scksi Doufirul Chusni, dan terjadi kontak senjata mulai dari Jalan Pertempuran/Jalan Pembela sampai di rumah penjara. Pertempuran berjalan kurang lehih dua jam dengan kerugian satu orang tewas dipihak Belanda.
Pada hari kedua Belanda mengadakan serangan lagi ke daerah Gedongan dengan kekuatan kurang lebih satu kompi sekitar pukul 14.00, maka terjadi pertempuran sengit di daerah sekitar jembatan rumah penjara, gudang garam, dan di rumah tingkat sebelah selatan sungai. Pertempuran berakhir sampai kurang lebih pukul 17.30 dengan kerugian Belanda satu Jeep hancur dan beberapa korban yang tidak diketahui jumlahnya. Dan selanjutnya pasukan kita mundur dan menghilang di pinggir laut yang tidak diketahui oleh pihak musuh.
Pada hari ketiga pasukan Belanda mengadakan serangan lagi, tetapi tidak dilayani olah pasukan kita, mengingat dalam kekurangan peluru dan pada saat itu tentara Belanda meneriakkan kata-kata bahwa apabila pemuda tidak mau menyerah, kampung Gedongan akan dibumihanguskan.
Karena pertimbangan terakhir itulah, Seksi dan Doufirul Chusni segera meninggalkan daerah Gedongan demi keselamatan masyarakat Gedongan itu sendiri, dan seterusnya pada waktu dini hari sekitar pukul 04.00 sebelum subuh mereka menuju Arosbaya.
Kesepakatan Komandan-Komandan Kompi
Hasil perundingan antara ketiga Komandan Kompi menyimpulkan: Pasukan kita harus menghindari dari pengepungan Belanda, maka pasukan harus mundur ke garis kedua, ke desa Gilih/Socah, dan dengan sendirinya Kamal dikosongkan. Pasukan kita melakukan penerobosan dan pukul 18.00 tepat, mulai bergerak mengambil arah melalui kota Bangkalan dan kecamatan Bumeh. Gerakan ini berjalan lancar karena musuh masih dalam keadaan mengkonsolidasikan diri sekitar markasnya di Burneh.
Tujuan penerobosan adalah Kecamatan Aroshaya sejauh 35 kilo meter dari kota Bangkalan. Pukul 01.00 tengah malam, baru tiba di desa Tonakan, di situ bertemu dengan Komandan Batalyon Mayor Hanafi dan melaporkan situasi kepadanya. Sementara itu Belanda terus bergerak maju dengan tanknya sampai kota Bangkalan dikuasai dan menempatkan pos-pos penjagaannya di setiap jalur dan jurusan jalan keluar kota. Dengan penyerangan tersebut, Komando Sektor I Bangkalan (Batalyon I dengan semua Kompinya termasuk TKR Lautnya dan pasukan Kelasykaran lainnya) dipusatkan di Arosbaya dan desa Karang Duwak sebagai daerah pertahanannya yang baru.
Perintah Mundur
Mayor Hanafi memberikan perintah mundur ke arah kecamatan Arosbaya sesuai dengan rencana semula. Di situ bahan makanan cukup tersedia dan masyarakatnya benar-benar bersemangat menentang penjajah.
Dua orang sesepuh yang pengaruhnya sangat hesar, R. Abujamin Suriowinoyo dan R. Bahar Suryodiputro yang jiwanya sangat anti Belanda sangat menebalkan keyakinan kita untuk bentahan di sana. Selain itu Wedananya R.P. Mohammad Noer, seorang pamong dan pembina masyarakat (bekas Chudancho PETA), melengkapi semangat mempertahankan daenah yang belum diduduki oleh Belanda. Dan ulama yang banyak ikut berperan ialah, K. Marsoeki dan K. Munif.
Kiranya perlu dikemukakan disini, satu Kompi dipimpin oleh Kapten Salik Munir yang semula ditugaskan dalam kota, tetapi kemudian ditarik ke Batalyon dengan tugas pengacauan antara lain penculikan dalam kota dan lain sebagainya.
Kapten Hamid dengan Kompinya mempertahankan jalan besar BangkaIan – Arosbaya, semua jembatan harus dirusak untuk mcnghambat musuh dan karena itu pula semua pohon di tepi jalan harus dtebang.
Kompi Fatah dan Kompi Abdussalam mengikuti Komandan Batalyon dan mengmbil tempat agak ke dalam di desa Karang Duwak, Arosbaya dan sebagai Markas Umum Pertahanan diperkuat oleh Lasykar-lasykar Pesindo dan PPI (Pasukan Polisi Istimewa).
Akhirya Arosbaya jatuh juga karena dihujani tembakan mortir dan howitzer dari arah Bangkalan selain artileri dari pantai dan penembakan dari udara, sehingga menimbulkan banyak korban, hal mana sangat menyibukkan dokter Sularto dari bagian kesehatan Resimen di desa Aermata dan Buduran, dan karenanya dokter Sularto tersebut menjadi populer.
Penggabungan Batalyon I dan Vi Resimen 35
Dalam situasi yang serba sulit itu Mayor Hanafi mengadakan perundingan dengan Mayor Azis untuk maksud penggabungan Batalyon I dan Batalyon VI serta menyatukan semua kekuatan, dan dsetujui mempergunakan taktik Cobra. Taktik Cobra hanya dijalankan oleh Batalyon Mayor Hanafi serta kesatuan Laskar Iainnya, sedangkan Batalyon Mayor Azis terhalang karena Mayor Azis menyerah kepada Belanda.
Pembagian tugas selanjutnya ialah: Mayor Hanafi sebagai Komandan Sektor III dengan para Komandan dan Kompinya, Kapten Salik Munir, Kapten Fatah, Letnan Satu Mohammad Sabirin, Letnan Satu Abdussalam, Kapten Hamid dan Letnan Satu Hafidz (penggabungan Kompi-kompi dan Batalyon Azis) selalu bergerak menurut rencana dalam menyerang, mengacaukan memuaskan pasukan/Gerakan Raider ke dalam kota.
Kapten Salik Munir dipercayakan untuk mcnghacurkan/membumihanguskan dan di mana perlu menghabiskan mata-mata Belanda. Kapten R. Abdul Hamid yang kehetulan penduduk asli Arosbaya, diserahi pula tugas hubungan masyaraikat terutama dengan tokoh ulama dan juga dengan yang lainnya seperti R. Abdul Hadi sebagai Pesindo, R. Ruslan dan PM, R. Supardi sebagai Ketua Umum dan lain-lainnya (Lontar Madura)
Tulisan diangkat dari buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, oleh Tim Penyusun Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Madura, 1991, Bab III, dengan sub judul : (1) Aksi Militer Belanda di Madura, (2)Pembentukan Komando Pusat Pertempuran Madura (3) Pasukan Belanda Menuju Bangkalan,(4) Gerakan Belanda dan Pendudukan Arosbaya,(5) Pengerahan Tenaga di Daerah Pendudukan Belanda, (6) Serangan Umum di Kota Pamekasan, (7) Penghianatan Dalam Pertempuran Klampar , (8) Serangan Balasan Terhadap Belanda di Desa Morsomber, (9) Pusat Pemerintahan Sipil Pindah Ke Sumenep, (10) Serangan Final Belanda Besar-Besaran Ke Sumenep