Sebagai suku yang hidup di kepualauan, orang Madura dijaman dulu kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia luar. Mereka sangat berhati-hati, dan akibatnya sesuatu yang datang dari luar merupakan ancaman bagi dirinya. Meskipun pada dasarnya mereka konservatif, yakni berusaha memelihara dan menjamin nilai-nilai yang mengakar dalam dirinya. Tapi dalam segi yang lain, orang Madura menunjukkan naluri yang kuat untuk menjamin dan bertahan kelangsungan hidup, karena mereka didorong untuk menerima dan memanfaatkan nilai-nilai yang terserap dari luar.
Sebagai contoh yang paling gamblang, ketika tentara Bali menerima kekalahan di Sumenep, mereka dihargai sebagai tamu dan sebagai saudara untuk kemudian memperkenalkan cara-cara bertani garam. Maka secepat itu orang-orang setempat menyebarkan keseluruh Madura.
Demikian pula dari kedatangan bangsa Cina ke Madura, banyak mempengaruhi cara hidup dalam sumber mata pencaharian, khususnya dalam ilmu berdagang. Hingga dalam bentuk budayapun sangat berpengaruh dalam bentuk gaya bangunan, sehingga arsitektur bangunan di Madura banyak mirip dengan bentuk-bentuk bangunan gaya Cina. Pengaruh arsitektur ini pada awalnya dibawa oleh Lauw Pia Ngo yang membangun Keraton Sumenep dan arsitektur bangunan Masjid Jamik Sumenep pada jaman pemerintahan Panembahan Sumolo (Tumenggung Ario Noto Kusumo) tahun 1762-1784 M.
Demikian pula, dengan kedatangan para saudagar Gujarat yang menyiarkan agama Islam di Madura, mampu dan berhasil mengislamkan para pemimpin dan bangsawan Madura sampai menyebar keseluruh pelosok Madura. Dengan bukti-bukti tersebut, maka tidak benar bila watak dan sikap hidup Madura bebal dan sulit diajak kerja sama. Bahkan sebaliknya, justru mereka lebih akrab, terbuka dalam kondisi apapun.
Betul sekali, salam settong dere
Ternyata unik banget ya kepribadian orang madura.. Hehe.. Btw, emangnya bener isu yang bilang bahwa madura mau buat propinsi sendiri? Nanti ga sama jawa timur lagi dong?