Adat Perkawinan Suku Madura Perantauan

Perbedaan terjadi ketika perkawinan di kalangan Ulama atau Kiai.

Biasanya pelaksanaan perkawinan dimulai dari pihak perempuan, yaitu dengan mengadakan persetujuan antara kedua belah pihak orang tua, tanpa sepengetahuan kedua anak mereka.hal tersebut terjadi dengan alasan bahwa perempuan yang mempunyai hak untuk memilih pasangannya untuk menjadi suaminya. Sedangkan di Rantau Panjang perkawinan dimulai dari pihak laki-laki. yaitu dengan mengadakan pertunangan terlebih dahulu, yang ditandai dengan sebuah sapu tangan dan minyak wangi serta sejumlah uang sebagai tanda pengikat. Apabila dibandingkan dengan suku-suku lain perkawinan semacam ini hampir dianut oleh semua suku, dimana terlebih dahulu pihak laki-laki yang meminang pihak perempuan sebagai isterinya. (sumber : M Syaiful, 12 maret 2005)

Kedudukan Perempuan dalam Masyarakat Madura

Seorang wanita yang sudah menikah, bila dipandang dari sudut masyarakat Madura adalah sebagai ibu rumah tangga, sekaligus pengasuh dan pembimbing bagi anak-anaknya. Namun didalam lingkungan mereka (masyarakat Madura) pihak laki-lakidan perempuan mempunyai kedudukan yang sama yaitu dalam menanggung beban agama, misalnya dalam melaksanakan sholat, puasa dan kewajiban yang lainnya. Dalam kehidupan keluarga seorang isteri dan suami mempunyai hak yang sama baik dalam hormat-menghormati dan harga-menghargai antara satu dengan yang lainnya, dengan jalan memberikan kesempatan untuk masing-masing menyampaikan pendapatnya dalam mengatur urusan rumah tangga, baik itu mendidik anak.

Selain itu sebagai seorang suami dan kepala keluarga, maka ia mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab mencari nafkah guna menghidupi isteri dan anak-anaknya. Sebagaimana kebanyakan laki-laki di seluruh dunia berpendapat bahwa perempuan itu tidak mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan mereka, misalnya dalam pengambilan keputusan baik itu dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan pemerintahan.

[junkie-alert style=”green”] Tetapi dengan berjalannya waktu paradigma itu mulai berubah, dimana perempuan diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya baik dalam lingkungan keluarga maupun pemerintahan. Selain itu sekarang ini dapat kita lihat bukan saja pihak laki-laki yang dapat memimpin/memerintah, namun perempuan juga diberikan kesempatan untuk bersekolah/berkarir, memimpin, berpolitik dan dapat mengeluarkan pendapat. [/junkie-alert]

Tetapi sebaliknya didalam masyarakat Madura ada suatu perbedaan yang sangat besar antara laki-laki dan perempuan, perbedaan-perbedaan itu antara lain :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.