Sebab, mulai beberapa dasawarsa terakhir, masyarakat Madura dipersepsikan sebagai masyarakat dengan kebudayaan yang “jelek” karena berwatak keras, kasar, dan seakan tak kenal ramah. Padahal, persepsi itu tidak bisa dibenarkan secara sembrono saja. Hanya melihat “yang diluar” tanpa memahami apa “yang didalam” adalah pekerjaan yang tergesa-gesa, keliru bahkan mutlak disalahkan.
Jika dirunut kenyataannya, persepsi itu kian runtuh ketika dipahamkan pada nilai filosofi kebudayaan Madura. Nilai etika dan estetika yang dilahrikannya ternyata telah mampu membenamkan pesimisme dengan cara terus-menerus mencitrakannnya pada kolektivitas keseharian masyarakat.
Upaya demikian penting dilakukan dengan menamkan dan menegaskan kembali nilai etika dan estetika kebudayaan secara esensial dan subtansial, niscaya akan selalu meneguhkan kebudayaan Madura dari gangguan ‘luar’ berupa globalisasi dengan segala tetek-bengeknya. Sebab, kebudayaan akan menemukan relasi dan spritnya kembali bagi generasi berikutnya jika nilai etika dan estetikanya tetap terjaga dan bahkan bisa selalu dikontekstualisasikan pada berabgai perkembangan zaman.
Pada titik inilah pentingnya kita mengafirmasi kembali nilai kebudayaan Madura. Sebab, di antara empat komponen yang ada dalam suatu kebudayaan—yakni estetika, etika intelektual dan spiritual–, aspek etika dan estetika adalah komponen penting yang harus selalu dikembangkan demi menegaskan identitas kebudayaan masyarakat (Madura) ke depan. Tulisan ini mecoba menegaskan kembali nilai etika dan estetika kebudayaan Madura yang saat ini tengah diterjang kebudayaan yang lahir dari era modernisme dan westernisme sebagai anak dari globalisasi. Dengan upaya inilah kemudian kebudayaan Madura diharapkan dapat terselamatkan dari gempuran globalisasi.
Tulisan bersambung:
- Afirmasi Nilai Etika dan Estetika Kebudayaan Madura, lihat:
- Selamatkan Kebudayaan Madura dari Gempuran Globalisasi, lihat:
- Memaknai Celurit Madura, lihat:
- Kebudayaan Madura Mulai Tergilas Zamanm, lihat: