Catatan awal pada periode 1969 dibuka dengan kalimat yang mungkin akan memerahkan telinga saudara-saudara Muslim :
” Kita orang Islam belum mampu menterjemahkan kebenaran Islam dalam suatu program pencapaian. Antara Ultimate values dalam ajaran Islam dengan kondisi sekarang memerlukan penerjemahan-penerjemahan…” ( 17 Januari 1969 )
Dalam sub judul Kebebasan Berpikir Ahmad Wahib menulis tentang kegalauan hatinya tentang ajaran dan pemahaman Islam …:
” Kadang-kadang hatiku berpendapat bahwa dalam beberapa hal ajaran Islam itu jelek. Jadi ajaran Allah itu dalam beberapa bagian jelek dan beberapa ajaran manusia, yaitu manusia-manusia besar , jauh lebih baik. Ini akal bebasku yang berkata, akal bebas yang meronta-ronta untuk berani berpikir tanpa disertai ketakutan akan dimarahai Tuhan .( 9 Maret 1969 )
Lalu pada catatan 17 Juli 1969, sejalan dengan pikiran “nyeleneh ” pada beberapa bulan sebelumnya, Ahmad Wahib menulis : “Mungkin akan ada orang yang mengemukakan bahaya berpikir bebas yaitu orang yang beripikir bebas itu cenderung atau bahkan bisa jadi atheis.
Betulkah ? Orang yang sama sekali tidak berpikir juga bisa atheis. ( 17 Juli 1969 )
Diakhir catatan pada bab ini Ahmad Wahib menulis perasaannya tentang Natal. Catatan tertanggal 25 Desember 1972 ini terasa sendu dan sunyi
” Hari ini adalah hari natal. Kepada saudara-saudaraku yang beragama Kristen ingin kusampaikan berbahagia dan simpatiku pada kesungguhan mereka menerima pesan Natal. Banyak kawan-kawan di kalangan Kristen dan katalik yang tidak sempat kukirimi surat ucapan selamat. Surat itu bukan formalitas. Dia punya arti bagi persahabatan dan pembinaan saling menghargai.” ( 25 Desember 1972 )