Asal-Usul Desa Lombang

Rama Kaè, Ramalan Musim, Dan Kematian Yang Tak Bisa Dihentikan
Gambar: Tamar Saraseh

ilustrasi: Tamar Saraseh

“Maka, semua makhluk ini harus selalu rukun. Nah, karena di antara makhluk-makhluk ini hanyalah manusia yang diberi kelebihan akal oleh Allah, maka sudah sepantasnya kita yang berperan banyak dalam menjaga kerukunan itu. Makanya, Tuhan itu menjadikan setiap manusia sebagai pemimpin. Jadi kita yang mengendalikan. Jangan justru kita yang merusaknya.”

Kiai yang sudah mulai beranjak sepuh ini sesekali melirik santri-santrinya yang sedang khusuk menekuni baris-baris kitab yang sebentar lagi akan dikajinya. Meski penjelasan Kiai Mahfud lebih banyak dari membaca teksnya, santri-santri itu tak ada yang berani mendongakkan wajah. Mereka memilih mendengarkan saja dengan pura-pura melihat kitab di pangkuannya. Harapan Kiai Mahfud, mungkin ada yang hendak bertanya atau meminta penjelasan ulang jika sempat terlewatkan. Namun tak ada tanda-tanda harapannya tersambut oleh santri yang sedang duduk di hadapannya itu.

“Kerukunan bagi sesama manusia artinya kita harus saling menghormati. Tidak boleh saling mencela apa lagi saling menyakiti. Kita juga harus menghormati tradisi yang ada karena itu sudah dilakukan sejak lama. Jika pun tradisi yang ada dirasa tidak cocok dengan ajaran agama, bukan berarti kita lantas memberangusnya. Kita bisa mengubahnya perlahan dengan melakukan beberapa penyesuaian-penyesuaian. Nah, seperti itulah yang diajarkan leluhur kita Wali Songo di tanah Nusantara ini. Makanya, Islam berkembang pesat.”

“Kerukunan untuk semua makhluk Allah baik bagi tumbuhan, hewan, dan alam semesta merupakan buah dari upaya manusia agar tidak mengeksploitasinya secara berlebihan, tamak, dan tidak beradab. Sebagian binatang kita sembelih untuk dimakan tidak masalah selama cara menyembelihnya baik dan tidak menyiksa. Terpenting juga kita harus menjaga kelangsungan hidup mereka agar mereka tidak punah. Kerukunan untuk alam semesta, kita jangan sampai mengeksploitasinya hingga melebihi batas kemampuannya. Menebang pohon tidak masalah selama tidak terlalu banyak dan selalu diusahakan penggantiannya. Jika hidup seperti itu bisa kita jaga, insyaallah hidup akan selalu indah.”

Kembali terdiam sambil menelisik seluruh santrinya yang masih menunduk menekuri kitab-kitab yang terbuka lebar.

“Kunci dari keharmonisan ini hanyalah satu. Bersyukur.”

Setelah menerangkan pentingnya keharmonisan yang begitu panjang lebar, Kiai karismatik dengan penampilan sederhana kembali melanjutkan mengaji kitab. Biasanya, kitab fiqih menjadi pilihan untuk pagi hari. Setelah itu kitab tasawwuf, dan ilmu tajwid. Bimbingan salat selalu diutamakan bagi santri baru. Biasanya, santri baru ini selalu berada dalam pengawasan khusus Kiai Mahfud hingga benar-benar paham dan sudah bisa dibiarkan melakukannya sendiri. Salat adalah yang utama. Ia adalah tiang agama. Hidup yang baik haruslah dimulai dari salatnya.

Responses (2)

  1. ijin mengambil sedikit informasi dari website saudara sebagai kebutuhan pembuatan buku terkait sejarah Desa Lombang sendiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.