Kota menjadi tak aman. Orang-orang saling curiga. Pedagang-pedagang yang datang dari negeri seberang mulai waspada. Mereka mempekerjakan satu dua orang pengawal yang siap mati membelanya. Namun, berkumpul di malam hari dan tetap berjudi telah menjadi pekerjaan yang tak bisa terhindarkan meski setelah lewat tengah malam selalu saja ada percekcokan dan perkelahian yang berujung pada kematian. Dalil-dalil moral dan etika yang pernah menjadi pedoman sudah tak lagi diindahkan.
Akhirnya, berita itu sampai di telinga Kiai Mahfud. Seorang santrinya baru saja sowan dan mengabari kejadian yang sudah di luar etika kesantrian itu. Sekilas dia termenung dan menerawangkan pandang ke daun yang sedang melambai. Sesekali dia mengangguk dan menggeleng pelan.
Setelah beberapa lama merenung dan mempertimbangkan banyak hal, diputuskanlah bahwa Kiai Mahfud harus hijrah ke sana. Dia harus melihat sendiri dan mengajak kembali masyarakat yang sudah terlanjur kehilangan kendali kembali ke jalan Allah.
Setelah menitipkan pondok pada anak-anaknya dan berpamitan kepada semua santri, Kiai Mahfud berangkat dengan segenggam harap bahwa penduduk kota pesisir itu dan beberapa santrinya bisa kembali terselamatkan dan kembali ke jalan yang benar. Setiap langkah dia kokohkan dengan istighfar. Setiap embusan napas dia kuatkan dengan tasbih. Setiap pandangan mata dia tajamkan dengan salawat nabi. Tak henti-henti dia membacanya silih berganti hingga benar-benar sampai di tempat tujuan.
Di daerah yang gersang dan panas itu, dia segera menemukan hawa berbeda. Panas yang disebabkan oleh sinar matahari langsung dan embusan angin yang kencang mengabarkan sesuatu yang sama sekali baru. Dia hela napasnya berkali-kali. Beristigfar beribu kali. Ditatapnya masyarakat yang sibuk melakukan bisnis tanpa ingat waktu salat telah tiba.
Sehari saja di kota pesisir itu, dia sudah menangkap banyak kejanggalan. Malam, hari dia berkeliling. Dia menyamar sebagai seorang pelancong yang sedang mencari tempat berlindung. Tak ada yang mempedulikannya. Kaum laki-lakinya sibuk dengan perjudian yang sedang berlangsung di berbagai penjuru, mabuk dengan seorang wanita duduk di pangkuannya atau sedang membelai mesra punggung-punggung mereka. Beberapa di antara mereka buru-buru masuk ke dalam bilik kecil dan menghilang di balik pintu yang sama sekali tak kokoh.
Setelah beberapa lama tinggal dan melihat peristiwa mengerikan itu, maka diputuskanlah bahwa Kiai Mahfud harus segera melaksanakan misinya. Menyebarkan ajaran agama dan mengajak semua masyarakat di sana ke jalan yang benar. Didatangilah satu persatu dari mereka. Dimulai dari warga yang pernah menjadi santri di pondoknya. Lalu, dengan berteman santri yang sengaja ditempatinya selama di kota itu, dia berjalan dari rumah ke rumah yang lain. Sesekali diadakan sebuah acara besar dengan menghadirkan semua masyarakat di kota tersebut.
ijin mengambil sedikit informasi dari website saudara sebagai kebutuhan pembuatan buku terkait sejarah Desa Lombang sendiri
Silakan