Adapun metos yang dipercaya oleh orang Madura yaitu tentang asas yang dipegang secara turun temurun agar mencapai kesempurnaan dalam hìdupnya yakni ìstilah mojhur aré (keberuntungan matahari) dan tidak malang aré (melintang matahari). Misalnya ada rumah yang menghadap ke timur, díanggap mengundang gangguan penyakit karena disínari oleh keterikan matahari, dan bila menghadap ke barat dipantangkan karena menghadap terbenamnya matahari yang akan menghisap kekuatan daya tahan tubuh pemilik rumah (Rifa’ie; 2007).
Dengan demikian maka arah selatan merupakan alternatif yang paling ideal menurut orang Madura. Dan bentuk rumah adat di kepulauan kabupaten Sumenep, pada awalnya juga terbuat darí bilah papan atau dindíng sèsèk (rajutan bambu), beratap rumbíya dan tidak ada keseragaman, yang mana disesuaikan dengan situasi serta kondisi yang ada.
Namun karena para penduduknya banyak yang menjadi nelayan dan pelayaran ke luar daerah hingga ke luar negeri. Hal ini mempengaruhi pada budaya luar yang pernah disinggahinya, sehingga rumah mereka Iebih dahulu direnovasi disesuaikan dengan yang mereka alami selama pelayarannya. Bahkan perubahan bentuk rumah dan cara bergaul Iebih awal mereka dari pada di Sumenep daratan.
Pada abad ke delapan belas bangunan rumah orang Sumenep, bukan lagi terbuat dan gedek dan atap rumbiya, tapi dibangun dan tatanan bâto kombhung (batu bata berwarna putih). Batu bata tersebut dibuat dari potongan batu-batu yang terdapat di perbukitan yang batunya tidak begitu keras karena banyak kandungan kapur. Dan bentuk bangunan rumahpun sudah bermacam-macam, karena pengaruh bangsa pendatang dari luar Madura, yakni bangsa China. Saat terjadinya pelarian ke Sumenep saat melarikan diri dari kejaran VOC dalam pembantaian etnis China di Batavia tahun 1740 M. Diantaranya beberapa orang (6 orang) mendarât di Dungkek, daerah pantai paling timur Sumenep – Madura. Dan mereka menatap disana membuat batu di sebuah perbukitan hingga tempat pembuatannya membentuk cekungan seperti jurang. Kelak daerah menjadi kampung dan dikenal sebutan kampong Panjurângan.
Selain dari perigaruh China, juga ada pengaruh Eropa, mengingat Belanda yang sudah lama menjajah negeri Indonesia termasuk Sumenep. Sejak saat ¡tu bentuk bangunan rumah orang Sumenep bermacam-macani bentuk tapi masih tetap menyesuaikan dengan ikiim yang ada disana. Dan bentuknya yakni antara lain:
- Roma Sekot Bângsal, (bangsal)
- Roma Sékot Pacénan, (pecinan}
- Roma Sekot Pégun, (pegon)
(Tadjul Arifin R/Syaf Anton Wr)
Tulisan tersambung:
- Arsitektur Tradisional Rumah Masyarakat Sumenep
- Kisah Bendoro Gung dan Reden Segoro
- Asas-asas yang Dipegang Orang Madura