Selain Asta Tinggi, Asta Syeh Yusuf , Asta Gumok dan yang lain, Asta Buju’ Panaongan yang tertelah di Desa Panaongan, Pasongsongan Sumenep juga diminati oleh para penziarah kuburan keramat.
Awal sebelum ditemukan Asta Panaongan, memang menjadi perbincangkan para nelayan, karena lokasi asta ini berada di pesisir pantai. Bahwa sering kali di tempat ini muncul pendar cahaya terang benderang pada saat malam hari. Kejadian itu berulangkali terlihat oleh banyak nelayan di daerah itu, dan peristiwa ini sudah lama berlangsung. Seperti biasa nelayan di Pasongsongan kala melaut berangkat siang hari dan pulang dini atau pagi hari.
Dari saksi dan pengalaman nelayan yang satu dengan yang lain juga sama. Bahwa cahaya tersebut bukan berasal dari sinar lampu. Namun para nelayan itu tak berani mendekat ke bibir pantai karena di sekitar pantai terdapat banyak batu karang.
Akhirnya cerita cahaya di pesisir pantai Panaongan menjadi kurang menarik lantaran sudah terlau sering terjadi. Para nelayan tersebut sibuk dengan tangkapan ikannya.
Namun pada suatu malam salah seorang warga setempat, Imam Syafi’I bermimpi bahwa di sebelah barat daya pohon siwalan ada cahaya tampak turun dari langit ke pasir hamil (gundukan pasir). Dari hasil mimpi itulah Imam Syafi’I bermusyawarah dengan H. Amiruddin yang tak lain adalah saudaranya sendiri, lalu memutuskan untuk melalukan penggalian di pasir hamil tersebut.
Imam Syafi’I dan H. Amiruddin dalam melakukan penggalian dibantu oleh tiga belas orang termasuk para keponakannya. Akhirnya kerja tersebut membuahkan hasil. Penggalian dilakukan selama enam malam. Dalam gundukan pasir dengan ketinggian kurang lebih 17,5 M, didalamnya ditemukan kuburan kuno yang dikenal disebuat Asta Buju’ Panaongan. Pada saat itu waktu tanggal 13 September 1999 pukul 02.30 WIB, yang pertama kali ditemukan pagar kuburan, kemudian pada posisi pojok timur daya terdapat batu nisan bertuliskan Nyai Ummu Nanti, Syech Al ’Arif Abu Said, lalu Syech Abu Syukri yang dirasakan mengeluarkan aroma hajar aswad. Nama-nama makam tersebut sudah tertulis di masing-masing batu nisannya dalam bentuk kaligrafi.
Menarik sekali buat para pecinta sejarah. Sebab tahun-tahun dari makam itu sezaman dengan masa kerajaan Singhasari dan Majapahit. Mustinya, angka dalam nisan tersebut bisa dijadikan bukti kukuh bahwa agama Islam tersebar di Madura Utara jauh di awal dakwah Islam yang dilakukan para wali di Jawa. Bahkan Islam itu sendiri hadir di Pulau Madura jauh di awal dari berdirinya kerjaan Islam Demak. L
Jika demikian, mari kita revisi alur sejarah Islam yang selama ini terpaku di Jawa saja.
Selamat meneliti kembali para pemerhati sejarah Madura.