Penduduk asli itu masih berkebudayaan baru tua (paeolitik). Sementara pendatang baru dari utara itu telah memiliki kebudayaan batu baru (neolitik), seperti ditunjukkan oleh peninggalan mereka yang ditemukan di Madura. Mereka telah memiliki kemampuan mengupam atau mengasah batu menjadi beliung atau kapak persegi, yang dapat pula dijadikan pacul.
Setelah ratusan tahun di Madura, para pendatang baru itu beranak-pinak dan menyebar ke seluruh pulau. Bahkan pulau-pulau kecil di sekitar Madura dihuni nya juga, seperti pulau Sepudi dan Kangean di timur, pulau Mandangil di selat Madura, dan pulau Masalembu serta Bawean di laut Jawa. Mereka bermukim dalam kelompok-kelompok yang besarnya ditentukan oleh kesuburan tanah atau daya dukung ekologi setempat. Beberapa kelompok jumlahnya sampai ratusan orang, kemudian membentuk satuan pemukiman tersendiri. Namun antara kelompok yang terbentuk masih terikat satu sama lain oleh kesamaan bahasa. Keragaman kelompok itu kemudian memunculkan dialek setempat dan barat (Bangkalan), tengah (Sampang dan Pamekasan), timur (Sumenep) dan ujung paling timur (Kangean).
Peninggalan purbakala berupa kapak dan bejana perunggu (sebagai wujud peradaban Dongson) memiliki tipe yang sama dengan yang ada di daratan Cina Selatan dan Asia Tenggara, juga ditemukan di wilayah Sampang. Peninggalan itu menjelaskan, bahwa terjalinnya hubungan Madura dengan daratan Asia, yang mungkin dilakukan dalam hubungan perdagangan. Tetapi karena Madura tidak menghasilkan komoditas perdagangan yang berarti untuk dipertukarkan, maka diduga hubungan yang dilakukan sebagai perantara dalam perdagangan. Dengan bermodal pengetahuan tentang seni berlayar, maka pelaut-pelaut Madura menyediakan perahunya untuk membawa pedagang dan bangsa lain mengarungi lautan lepas.
Pada sekitar tahun 1017 M, kerajaan-kerajaan kecil di Madura sempat menikmati kemerdekaannya, sampai raja Airlangga berhasil mengkonsolidasi kekuasaannya. Keutuhan Negara cepat pulih dan kesejahteraan rakyat segera dikelola kembali.
Kegiatan perdagangan luar Negeri dengan Cina dan Negara Asia Iainnya kembali ramai. Di kerajaan Airlangga pedagang asing membeli gading, cula badak, mutiara, kapur barus, gaharu, cendana, rempah-rempah serta kulit penyu dan burung. Beras merupakan komoditas hasil bumi Jawa yang penting untuk bekal pelayaran yang memakan waktu berbulan-bulan. Saudagar asing membayar pembeliannya dengan uang emas dan perak. Di samping itu mereka memasarkan sutra dan pecah belah dari porselen.
Tulisan berkelanjutan:
- Awal Kedatangan Leluhur di Tanah Madura
- Budaya Pertanian Masyarakat Madura
- Mata Pencaharian Penduduk Masyarakat Madura
- Agama dan Kepercayaan Orang Madura
- Perkembangan Bidang Pemerintahan di Madura
- Pola Pemukiman Penduduk Masyarakat Madura
- Mencari Asal Kata dan Arti Sumenep
Airlangga sebagai seorang raja besar tidak lupa mengembangkan kesenian rakyatnya. Mahabharata dan Ramayana yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kawi digubah kembali sehingga kisah itu seakan-akan terjadi di bumi Nusantara. Karena itu Negara Madura yang diperintah raja Baladewa diidentifikasi dengan daerah Madura barat. Widarba, yang merupakan negara mertua Khrisna, disepadankan dengan kerajaan Bidarba yang beribu kota Pacangan tempat Bangsacara berjumpa Ragapadmi. Prabu Salya dikisahkan memerintah kerajaan Mandaraka yang terletak di Madura timur. Mirip dengan nama perkampungan bernama Mandaraga di dekat Ambunten. Pewayangan sebagai wahana penyajian karya agung yang disajikan sebagai tontonan ke hadapan khalayak ramai, keberadaannya semakin mapan.