Pasukan Madura terpaksa mundur ke sebelah barat. Raden Wasingsari menunggu serangan musuh di desa kelampis (di antara Blega dan Torjun) . Disana terjadi pula pertempuran, akan tetapi pasukan Madura tidak kuat mempertahankan diri di sebabkan datangnya pelor seperti air hujan. Maka Raden Wasingsari gugur disana. Setelah Raden Wasingsari gugur, maka pasukan Madura yang ia pimpin datang berkumpul dengan pasukan yang di pimpin oleh kedua Tumenggung bersaudara itu. Kedua orang pemimpin itu tetap berdiri tegak di tengah-tengah hujan peluru dari musuhnya, oleh sebab itu tentara Madura tetap berbesar hati.
Akan tetapi setelah hampir waktu masuk matahari kedua orang pemimpin itu merasa kasihan terhadap tentaranya dan mengundurkan diri ke belakang mendekati tempat pasang gerahannya. Setelah matahari terbenam, pertempuran di berhentikan. Raden Tumenggung Sosrodiningrat mengirimkan utusan kepada ayahnya, bahwa Raden Djojopramia dan Raden Djojosudiro telah sama-sama gugur. Setelah Pangeran Tjakraningrat IV menerima berita itu, maka beliau amat terharu dan mengambil kepastian bahwa perangnya tidak akan menang. Beliau mengirimkan utusan kepada putra beliau yang menjadi bupati di Sedayu agar supaya menarik pasukannya yang ada di tanah jawa agar supaya bupati Sedayu menyerahkan diri kepada kompeni Belanda, yang demikian itu mengandung maksud agar supaya bupati masing dapat di beri kesempatan berdiri memerintah di tanah Madura karena beliau khawatir nanti tanah Madura di perintah oleh Kompeni Belanda.
Maka bupati Sedayu setelah menerima titah ayahnya terus mengirimkan surat kepada kompeni Belanda (Gesaghebber di surabaya dan Gesagvoerder dari kapal perang belanda di tanjung pangka). Setelah berita tentang penyerahan diri bupati Sedayu terdengar juga kepada pasukan kompeni Belanda yang ada di sumenep, maka pasukan tersebut menarik kembali tentaranya begitu juga bupati sumenep dan pamekasan. kemudian Pangeran Tjakraningrat IV menyingkir ke Banjarmasin dan membawa putra-putra nya : 1. Raden Tumenggung Sosrodiniongrat , 2. Raden Tumenggung Ronodiningrat; 3. Rd.Aju Roman (R.Aju Sugih) dan Raden Aju Demis (R.Aju Anom). Puteranya yang di kirim ke Bangkulen (Bengkulu di Sumatra) bernama Raden Tumenggung Wirodiningrat terus tidak pulang kembali ke Madura , beristri disana dan sekarang banyak keturunannya ada disana.
Peristiwa ini terjadi dalam tahun 1745. Kompeni terus memasuki keraton di Sembilangan, dan menghancurkannya pada akhir masa kerajaan Madura.
***
Tulisan bersambung:
Alhamdulillah menemukan sejarah Kerato Sembilangan. Menurut info dari om saya dari pihak mbah putri, ayah saya adalah ada darah keturunan raja raja keraton Sembilangan. sebenarnya semua keturunannya berhak menggunakan gelar Raden Panji atau Raden Mas seperti umumnya keturunan raja raja umumnya, namun karena setiap keturunan keraton Sembilangan yang menggunakan gelar gelar tersebut pasti dibunuh oleh Belanda, maka lebih baik tidak digunakan. Itu info dari om saya yang menceritakan sejarah keturunan keluarga saya.