Artinya: Yang disebut pemuda bukan yang mengataklan: “Itulah ayahku!”, pemuda sejati ialah yang berkata: “Inilah aku”.
Apa yang saya kutip di atas hanya beberapa contoh, karena itu sangat jauh dari lengkap. Beberapa bahan tersebut di atas bisa menjadi contoh materi untuk menyusun bidang studi budi pekerti dengan nuansa lokal.
Pendidikan budi pekerti yang punya nuansa lokal akan menjadi bagian dari kecerdasan emosional. Tetapi mengingat dalam budaya Madura ada “abantal syahadat asapo’ iman”, yang memandu dan memacu kecerdasan transendental, keduanya bisa bersinergi dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual tanpa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual akan membuat hidup ini kering tanpa akhlaqul karimah dan kasih sayang. Di samping itu perlu ada kesadaran membaca tanda-tanda zaman, bahwa masa kini sedang melaju menuju hari esok. Dalam kesadaran ini kebudayaan perlu menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri untuk kembali ke jalan yang benar.
Pendidikan budi pekerti seyogyanya diajarkan oleh guru yang dapat memberi contoh tauladan yang baik. Pendidikan budi pekerti tidak cukup hanya dengan kata-kata seperti sebuah penataran tanpa contoh yang berupa tindakan nyata. Jika guru yang mengajarkan tidak bisa mewujudkan keteladanan, akan muncul pertanyaan, “bagaimana dari tongkat yang bengkok bisa dihasilkan bayangan yang lurus?”