Taufiqurrahman
- Identitas Sosial
Secara konstan, kita cenderung mendefinisikan atau menempatkan diri kita pada dunia dimana kita hidup. Menurut Grieve dan Hogg, orang mengimplikasikan kategori sosial bagi dirinya dan orang lain untuk mengklarifikasikan persepsi mereka tentang dunia dan tempat tinggal sosial mereka. Dan identifikasi ini akan mengurangi ketidakpastian subjektif kita.
Ada beberapa dimensi identitas sosial, yaitu:
- Voluntary – Desirable Identities
Identitas yang kita pilih dan yang kita pikir bahwa hal itu bagus. Misalkan seperti: bagian dari agama, anggota kelompok, keanggotaan dari partai politik, suami, istri, ibu,ayah, murid.
- Voluntary – Undesirable Identities
Identitas yang kita pilih tapi menurut kita itu adalah sesuatu yang negatif. Misalkan seperti: pemabuk, narkoba, gay/lesbian, perokok, transgender (waria).
- Involuntary – Desirable
Identitas yang tidak bisa kita pilih dan menurut kita itu bagus, seperti: etnis/ras, anak dari seorang perempuan/laki-laki, laki-laki, perempuan.
- Involuntary – Undesirable
Identitas yang tidak bisa kita pilih dan kita pikir itu negatif, seperti: orang buta, tuli, tidak mampu, tua.
Pada dasarnya yang membuat perilaku kita berbeda dengan orang lain ketika berkomunikasi adalah terletak pada sejauh mana kita mengetahui identitas budaya dan etnik kita.
Jika identitas budaya dan etnik kita lemah, maka keduanya tidak bisa mempengaruhi perilaku kita. Akan tetapi jika identitas budaya dan etnik kita kuat, maka perilaku kita sangat berbudaya dan etnik tergantung situasi.
Orang Madura pada umumnya berperilaku sesuai dengan budaya dalam kelompoknya. Jika mereka tidak berperilaku sesuai dengan keinginan kelompoknya maka mereka akan mendapatkan sangsi sosial. Masyarakat Madura cenderung masih memegang budaya mereka dalam melakukan sesuatu, kerena mereka menjadikan budaya aslinya sebagai acuan dalam bertindak. Selain karena dalam budaya Madura sendiri juga telah banyak nilai-nilai Islam yang tertanam di dalamnya.