Budaya Bahari Madura Pasca Suramadu

Masyarakat Madura mayoritas tinggal di wilayah pesisir. Sebelah utara dan timur berhadapan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dan barat berbatasan Selat Madura. Sebagian besar mengandalkan hidupnya sebagai nelayan tradisional dan petani tambak air payau serta usaha budidaya laut.Di Kabupaten Bangkalan tercatat 2.626 nelayan, 698 petambak, Sampang 11.031 nelayan, 1.499 petambak, Pamekasan 6.074 nelayan, 677 petambak, di Sumenep tercatat 21.176 nelayan dan 646 petambak. Hasil tangkapan dan budidaya ikan dari pesisir Selat Madura pada tahun 2007 mencapai Rp 1,7 triliun.

Komoditasnya berbagai jenis seperti kerapu, lobster, teri nasi, rumput laut, abalone, kakap, dorang putih dll. Akan tetapi pendapatan masyarakat pesisir Madura pada umumnya masih jauh di bawah upah layak minimum. Pada tahun 2006 penghasilannya rata-rata Rp 3,9 juta per tahun dan pada tahun 2007 sebesar Rp 4 juta, atau Rp 330.000 per bulan, setara dengan 6 Kg ikan tuna (harga tuna international US$5 per Kg).

Sedangkan lahan pertanian yang umumnya tadah hujan ditekuni oleh penduduk yang berada di pedalaman. Nelayan Madura khususnya dari wilayah kepulauan di Kabupaten Sumenep, terkenal tangguh serta mewarisi budaya bahari bangsa ini. Nelayan asal Pulau Raas dan Tondu misalnya, terbiasa mengarungi Samudra Indonesia yang tidak pernah ramah itu ribuan mil jauhnya. Berbekal semangat asapok angin abental ombak, mereka mengarungi Samudra Indonesia

Ungkapan heroik

Asapok angin abental ombak yang berarti berselimut angin berbantal ombak, seolah menggambarkan petualangan warga Madura mengarungi samudera. Mereka menangkap ikan hingga wilayah Australia di perairan Pulau Pasir (Ashmore Island), Pulau Baru (Cartier Islet), Aftringan (Seringapatam reef), Pulau Dato (Scott Reef) dan Browse Islet. Mampukah budaya bahari itu dipertahankan oleh masyarakat pesisir Madura pasca selesainya mega-proyek Jembatan Suramadu? Sebab hempasan gelombang industrialisasi akan makin gemuruh disuarakan dan menjadi tuntutan untuk memperbaiki sosial ekonomi masyarakat pulau garam itu.

Perlu dicermati bahwa mengembangkan atau membangun ekonomi dan mempertahankan budaya masyarakat pesisir, memiliki derajat komplikasi yang lebih besar dan sedikit berbeda dibandingkan dengan membangun kawasan pedalaman. Kawasan pesisir memiliki karakteristik sumberdaya alam yang berbeda yang sangat mempengaruhi tindakan dan aksi pelaku ekonominya. Sehingga ada perbedaan di masyarakat dalam pandangan, sikap dan tindakan untuk mengembangkan ekonomi kawasan pesisir.

Hal ini patut dipahami agar pembangunan ekonomi di Pulau Madura pasca Jembatan Suramadu bisa tepat arah dan bermanfaat.Dilihat dari potensinya, Pulau Madura tergolong beruntung. Posisinya terapung di Laut Jawa dan Selat Madura, tentunya sangat strategis dan memiliki nilai tambah secara ekonomi. Sinyalemen bahwa akan terjadi eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran pasca Suramadu tanpa melibatkan masyarakatnya, adalah kekhawatiran yang wajar dan beralasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.