Sumenep – Banyaknya naskah kuno di Kabupaten Sumenep mulai mengundang perhatian. Keberadaan naskah-naskah tersebut merupakan bagian dari aset sejarah dan budaya, karena itu patut dilindungi dan dilestarikan.
Sebelum naskah kuno yang ada di beberapa warga itu hilang atau rusak, pemerintah diminta untuk segera mengambil langkah. Sebab, di dalam naskah-naskah peninggalan nenek moyang itu banyak terkandung nilai. Bahkan, dengan membaca isi yang terkandung di dalamnya akan ditemukan nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan informasi lainnya.
Budayawan Syaf Anton Wr, mendesak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Sumenep menginventarisasinya. ”Pemerintah harus segera mendata dan mencatatnya. Karena itu merupakan aset berharga dalam sejarah dan kebudayaan kita,” katanya, Selasa (11/2).
Dengan diinventarisasi, kata Anton, keberadaan naskah kuno di Sumenep dapat diketahui. Tidak hanya mengenai jumlah dan identitas naskah, melainkan juga berkenaan dengan isi yang dikandungnya. Sehingga, keberadaannya akan lebih bermanfaat untuk dijadikan literatur atau sumber rujukan pustaka.
Selama ini, kata Anton, jika ingin melihat sejarah Sumenep tempo dulu, masih harus ke Leiden, Belanda, untuk mendapatkan data secara lengkap. ”Nah, naskah-naskah yang tersebar di masyarakat itu hendaknya juga diperhatikan. Sebab, yang ada di masyarakat itu tidak hanya naskah kuno keagamaan, tetapi banyak jenis lainnya,” tambah Anton.
Selain naskah keagamaan, dia mencontohkan naskah mamaca atau macopat, primbon, kitab syi’ir dan beberapa naskah lain. Setelah itu, dilakukan pemetaan dan langkah pelestarian. Caranya, bisa dengan dibangun museum khusus pustaka sejarah atau setidaknya dengan membangun skriptorium (tempat penyimpanan khusus) agar tidak cepat rusak.
”Bisa saja dilakukan dengan membuatkan tempat seperti penyimpanan Alquran karya tangan Sultan Abdurrahman di museum itu. Karena ini juga bernilai sejarah, makanya harus dilestarikan,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Disbudparpora Sumenep Febriyanto berjanji akan mengumpulkan sastrawan dan budayawan untuk membuat tim kreatif. Menurut Anton, hal itu memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab, berbicara menyangkut kesenian dan kebudayaan secara luas, harus ada komunikasi antara pemerintah dengan para seniman dan sejarawan.
Hal itu perlu dilakukan untuk menyatukan pandangan fenomena kebudayaan yang ada. ”Memang seharusnya ada dialog kebudayaan,” katanya. Dengan demikian, setidaknya dapat mengembalikan kepercayaan seniman kepada pemerintah.
Selain itu, pemerintah dapat menjadi mediator antarpelaku seni dan budayawan. Yang tidak kalah penting, tambah Anton, adalah untuk membangun dan mengembangkan hasil karya kreativitas para seniman. (c5/rd//Jawa Pos Radar Madura, 12/02/14)