Penelusuran sejarah Islam masuk ke Madura, tidak dapat dipisahkan dengan pindahnya Kyai Demong dari desa Demongan ke Arusbaya, Bangkalan. Kyai Demong keturunan Lembu Petteng (Kami Tuo) Madegan, dilahirkan di kampung Demongan, desa Aengsare. Beliau suka sekali bersemedi ditempat sunyi.
Melalui mimpinya mendapat petunjuk agar pindah dari Demongan ke arah barat daya, setelah direstui kedua orang tuanya, Ario Pojok dan Nyai Ageng Budho berangkatlah ke arah barat daya. Setiba di kampung Palakaran Arusbaya, menjumpai seorang gadis yang tanpan rupawan, Nyai Sumekar namanya. Kedua pasangan itu membangun perumahan yang serba lengkap, dan dikenal dengan “Kota Anyar”.
Diantara kelima putranya, yang disiapkan untuk menggantikan Kyai Demong adalah Kyai Pragolbo. Sikap dan perilaku yang terpuji Kyai Demong menurun kepada Kyai Pragolbo. Berkat kebaikan hati nuraninya itulah ia disegani dan dihormati masyarakat sekitarnya, para ketua kampung, tokoh masyarakat simpati kepadanya.
Akhirnya Kyai Pragolbo mempunyai wilayah kekuasan yang merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Plakaran Arusbaya. Kyai Pragolbo bergelar Pangeran Plakaran. Karena lanjut usia, pemerintahannya diserahkan kepada putranya Pratano, yang bergelar Penembahan Lemah Duwur. Dibawah pemerintahannya kerajaan Plakaran semakin maju.
Pada suatu malam penembahan Lemah Duwur bermimpi kedatangan Sayid Maghrobi, dan meminta agar mau melepaskan agama Budha yang dianutnya untuk memeluk agama Islam. Dan untuk mengetahui seluk beluk Islam, supaya berguru kepada Sunan Kudus.
Sejak mimpi itu, beliau bersemedi dikamarnya selama tujuh hari. Pada malam yang ketujuh bermimpi lagi yang sama seperti yang lalu. Kedua mimpi itu terasa berat mengganggu pikirannya. Untuk mencari jalan keluarnya, dimusyawarahkanlah dengan ayah handanya Pangeran Plakaran.
Mereka sepakat mengutus Patih Empu Bageno menghadap Sunan Kudus dengan menceritakan mimpinya tersebut. Maka berangkatlah sang Patih menuju Demak. Dengan ilmu kadik dayan ajaran Budha, mulai selat Madura sampai laut Jawa bagaikan terbang di atas air, sedikitpun tak tersentuh air laut. Sekejap mata tiba dikediaman Sunan Kudus.
Sesampainya disana beliau mengutarakan maksud dan tujuan serta menuturkan mimpi rajanya. Kemudian memohon kepada Sunan Kudus mengajarkan seluk beluk agama Islam. Sunan Kudus menerima dengan senang hati, dan berkenan mengajarkan syariat Islam yang harus dilakukan, dengan syarat harus masuk Islam terlebih dulu. Empu Bageno pun menyetujui persyaratan yang diajukan dengan tulus ikhlas serta sepenuh hati.
Atas perintah sang guru santri Sunan Kudus menghitannya, memotong rambut dan kuku serta memandikan dengan air kom-koman (air bercampur aneka bunga yang harum). Sesudahnya, duduk bersila berhadapan dengan Sunan Kudus guna menerima fatwa, wejangan, dan ajaran seluk beluk Islam. Diajarkan dua kalimat syahadat, rukun islam, rukun imam, ehsan, haram, halal, wajib, sunnah, makruh, dan mubah, selain itu diajarkan pula tentang akhlakul karimah, hablum minallah, wahablum minannas dan lain sebagainya.