Selang beberapa hari di perkenankan pulang kembali ke Arusbaya. Untuk menyiarkan agama Islam serta melayani penduduk yang mau masuk Islam tanpa paksaan. Sesampainya dipinggir laut, kaki Empu Bageno basah kena air, hatinya merasa kesal, merasa lebih tinggi ilmu Budha. Beliau menuturkan isi hatinya kepada Sunan Kudus. Guna mengobati kegalauan hatinya, Sunan Kudus mengantar kembali ke laut dengan membawa krocok (pelepah bunga kelapa). Krocok itu disuruh naiki dengan mendengarkan pesannya yaitu : Pejamkan mata dan buka mata ketika terdengar suara Sunan Kudus.
Sungguh mengagumkan karena hanya sekejak mata setelah membuka mata tahu-tahu sudah sampai di pantai utara selat Madura dekat kerajaan Arusbaya. Peristiwa itu menambah keyakinan Empu Bageno terhadap ajaran Islam. Sesampainya di Arusbaya, Empu Bageno menuturkan segala sesuatu yang terjadi, termasuk dirinya yang telah masuk Islam. Mendengar Patihnya masuk Islam, bukan main mukanya sang Raja. Empu Bageno diusir dari kerajaan, lebih-lebih Kyai Pragolbo menyuruh supaya Empu Bageno dibunuh saja. Kedua-duanya merasa dilangkahi karena masuk islam tanpa seijin Raja.
Namun alhamdulillah, berkat lindungan Allah SWT, kemarahan itu berubah dingin dan menyejukkan, Patih dipanggil lagi dan bermusyawarah dengan lemah lembut, sejak itulah Raden Pratano belajar seluk beluk agama Islam serta mau menyiarkan kepada penduduk secara umum. Beliau minta kepada Santo Merto penguasa di Madegan Sampang, untuk mendirikan Masjid, termasuk juga di Arusbaya Bangkalan harus didirikan Masjid.
Salah satu upaya besar Penembahan Lemah Duwur dalam menyiarkan agama Islam, Putri Mas Ayu Ireng dikawinkan dengan seorang Sayid Husin putra Sayidah Siti Fatimah, yaitu Syarief Jamaluddin Al-Akbar, orang biasa menyebut Jamadul Akbar atau dikenal pula dengan sebutan Makdum Ibrahim Hasmoro.
Sebaliknya, walaupun putranya sudah memeluk Islam, namun sang ayah Pragolbo masih tetap bersikukuh tetap memeluk agama Budha, hanyalah menyanggupi kapan-kapan akan masuk Islam.
Tidak lama kemudian pangeran Pragolbo sakit keras. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Penembahan Lemah Duwur sempat membacakan kalimat syahadah dekat telinga sang ayah. Karena lidahnya sudah kelu tak dapat bersuara, beliau hanyalah menganggukkan kepala tanda mengiyakan. Sejak itulah Kyai Pragolbo dikenal dengan Islam Onggu’.
Empu Bageno dalam menjalankan amanatnya menyiarkan Islam, mengutus putranya Raden Kobul (di Indonesiakan Kabul) untuk menyiarkan agama Islam di Sampang khususnya, setelah lama nyantri di Sunan Ampel Surabaya. Adapun untuk tempat tinggalnya diharuskan mengikuti jatuhnya lidi yang dilemparkan oleh Empu Bageno dari Arusbaya Bangkalan.
Lidi itu jatuh dikampung Panyepen dekat SDN Dalpenang 2, kelurahan Dalpenang Kecamatan Sampang. Dikatakan Payepen karena sebelum menyiarkan ilmu Islam terlebih dahulu harus menyepi dalam sebuah liang tanah persegi panjang. Dan sesudah mendapat ijin Allah SWT, barulah beliau memulai tugasnya. Semula santri hanyalah beberapa orang saja, tidak berapa lama berduyun-duyun berdatangan dari seluruh Madura.