“Kami ingin bertemu dan ingin menyampaikan pesan dari raja kami di Makassar.”
“O, baiklah, mari saya antar tuan-tuan ke rumahnya”, kata Raden Panji Suri.
Sesampainya di rumah yang dituju, Raden Panji Suri berhenti dan menyuruh panglima untuk memasuki rumahnya. “Tuan, apa kira-kira pesan raja Makassar itu, mungkin bisa saya wakili untuk disampaikan pada Raden Panji Suri,” tanya Raden panji Suri.
“Oh tidak tuan, ini tidak boleh diwakilkan dan harus disampaikan langsung pada Raden Panji Suri.” panglima itu menjelaskan.
Panglima seperti heran dengan orang yang ada dihadapannya, yang dari tadi tidak menyebutkan dimana Raden Panji Suri berada. “Maaf Tuan, Tuan sendiri siapa dan dimana Raden Panji Suri berada?” tanya panglima. Akhirnya sejenak terdiam, kemudian “Tuan-tuan, sayalah orangnya yang tuan-tuan cari itu,” jelas Raden Panji Suri.
Panglima dan prajuritnya kaget dan heran. Ternyata orang yang mengantar mereka dari hutan adalah yang dicari. Namun mereka salut orang itu ramah dan baik sekali. Bertutur sopan dan berpenampilan sederhana.
“Maafkan kami Raden, kami diperintahkan oleh raja untuk membawa pulang Raden ke Makassar,” kata panglima.
“Maaf tuan panglima, saya tidak bisa dan tidak mau pulang ke Makassar. Saya akan tetap tinggal di Sepanjang ini hingga akhir hayat apapun yang akan terjadi nantinya,” begitu penolakan Raden Panji Suri pada panglima utusan raja Makassar.
Terpaksa panglima itu kembali pulang bersama prajuritnya ke Makassar dengan tangan hampa. Mendengar penolakan Raden Panji Suri, raja Makassar tidak mau putus asa. Raja Makassar kembali menyuruh panglima untuk terus membujuk Raden Panji Suri agar mau pulang ke Makassar. Berkali-kali panglima itu kembali dengan kegagalan tidak bisa membawa pulang Raden Panji Suri ke Makassar.
Akhirnya raja Makassar marah dan memaksa panglima untuk membawa Raden Panji Suri dengan segala cara. “Sekarang tidak boleh gagal lagi! Paksa Raden Panji Suri itu untuk pulang! Bila masih tetap menolak, lakukan segala macam cara untuk membawanya kesini hidup atau mati. Bila mati, cukup bawa kepalanya saja!” perintah raja Makassar dengan nada sangat marah.
Panglima dan prajurit tetap setia melaksanakan perintah raja, meski selalu gagal membawa pulang Raden Panji Suri. Perintah terakhir yang harus dilaksanakan adalah membawa Raden Panji Suri hidup atau mati. Raden Panji Suri tetap pada pendiriannya. Ia menyadari akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bila tetap menolak keinginan raja Makassar. benarlah peperangan dan pertumpahan darah antara rakyat Raden Panji Suri dengan prajurit raja Makassar tidak dapat dihindarkan lagi. Terjadilah peperangan yang sengit dan menelan jiwa yang tidak sedikit. Kekalahan yang dialami oleh prajurit raja Makassar yang memaksa prajuritnya kalang kabut berlarian menyelamatkan diri ke hutan belantara.