Kabar meninggalnya Raden Panji Suri terdengar oleh prajurit raja Makassar yang masih bersembunyi di hutan belantara di daerah Sepanjang. Akhirnya prajurit itu memutuskan untuk membawa kepala Raden Panji Suri sebagai bukti kepada raja Makassar. Prajurit itu pun mencari mayat Raden Panji Suri dan memenggal leher Raden Panji Suri.
“Sekarang kita sudah bisa membawa Raden Panji Suri ke Makassar meski hanya kepalanya saja,” kata prajurit pada teman sesama prajurit.
Keanehan terjadi pada prajurit yang membawa kepala Raden Panji Suri. Setelah menempuh perjalanan panjang seminggu, prajurit itu mengira bahwa dirinya sudah sampai di Makassar, tetapi ternyata masih berada di perairan Sepanjang. Tak mau ambil pusing, prajurit itu berlayar lagi menuju Makassar. Lagi-lagi tak kunjung tiba di Makassar dan lagi-lagi masih tetap berada di perairan Sepanjang.
“Ada apa ini?” gumam prajurit yang keheranan dan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Karena terus terjadi keanehan itu, prajurit itu berpikir mungkin kepala itu tidak mau berpisah dengan raganya. Prajurit itu memutuskan untuk menguburkan kepala Raden Panji Suri di daerah Sepanjang tepatnya di daerah Bengbeng sedangkan badan Raden Panji dikuburkan di Pajan Barat oleh penduduk, bersisian dengan kantor perhutani daerah Sepanjang. Para prajurit itu tidak berani pulang ke Makassar tanpa hasil. Mereka menetap dan menjadi bagian dari penduduk Sepanjang.
Di daerah Bengbeng di tengah hutan belantara itulah makam kepala Raden Panji Suri dikuburkan dan diberi nama Tèmbhuk Olo-Olo oleh penduduk setempat. Tèmbhuk Olo-Olo berasal dari bahasa Madura. Penduduk Sepanjang bagian barat (termasuk Pajan Barat dan Bengbeng) berasal dari perantauan dan peranakan daerah daratan Madura khususnya Kangean sedangkan bagian Timur berasal dari perantauan dan peranakan daerah Sulawesi. Oleh karena itu, penduduk Sepanjang memiliki dua bahasa yaitu bahasa Madura (Kangean) dan bahasa Sulawesi (Bugis, Bajo, dan Mandar).
Kata Tèmbhuk sendiri memiliki makna tumpukan tanah dan bebatuan sedangkan kata Olo-Olo memiliki makna kepala manusia, atau dengan kata lain memiliki makna yaitu tumpukan tanah dan bebatuan yang di dalamnya berisi kepala manusia. Namun kini Tèmbhuk Olo-Olo sudah diberi batu nisan layaknya pemakaman lainnya.
Hingga saat ini Tèmbhuk Olo-Olo masih sering dikunjungi oleh orang-orang sekitar atau dari luar. Kebanyakan orang-orang Jawa yang datang berkunjung. Ada yang hanya untuk ziarah dan ada yang melakukan semedi (bertapa) atau tirakat.
Pulau Sepanjang sendiri memiliki dua desa yaitu desa Sepanjang pada bagian Barat dan desa Tanjung Kiaok (Toroh) pada bagian Timur. Untuk bisa sampai ke desa Sepanjang, bisa melalui dua arah. Arah Barat dari Sapeken langsung ke dermaga Tembing bagian Barat Sepanjang. Dari arah Timur yaitu dari Sapeken langsung ke dermaga desa Tanjung Kiaok (Toroh). Hanya lewat jalur ini akan menempuh perjalanan yang lebih jauh.
Tulisan cerita ini telah terbit dalam bentuk buku “Bunga Rampai Cerita Rakyat Sumenep, MUTIARA YANG TERSERAK” (penerbit Rumah Literasi Sumenep, 2018)