Oleh: Haeruzz
Masyarakat Madura dikenal strereotipe sebagai masyarakat yang negatif oleh hampir orang kebanyakan. Orang Madura dikesankan memiliki skill yang terbatas, pengetahuan yang sempit, kotor, kasar, carok, preman, pemalas hingga apatis terhadap lingkungan. Penilaian tersebut hampir menjadi persepsi semua masyarakat di luar Madura.
Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar. Bila kita dalami dimensi kultural masyarakat Madura (terutama Sumenep) secara mendalam banyak kearifan lokal yang sangat mendukung pembangunan bangsa ini. Salah satu yang dapat kita ungguh dari masyarakat Sumenep adalah tinginya tingkat kepedualian mereka terhadap lingkungan dan pengelolaannya. Kearifan local tersebut digambarkan dalam lagu daerah Sumenep yang sangat popular:
Pajjar laggu arena pon nyonara,
Bapa’ tani se tedhung pon jaga`a,
Ngala` are’ tor landhu` tor capengnga,
Ajalannagi sarat kawajiban,
Atatamen ma banya’ hasel bumina,
Ma ma’mor nagara tor bangsana
Dalam lagu tersebut tergambarkan bagaimna konsepsi masyarakat Semenep terhadap lingkungan; prinsip kerja, kedisiplinan, tujuan hidup. Pertama; kepedulian atatanem (menanam). Terdapat filosofi yang sangat dalam terhadap pelestarian lingkunan bagi masyarakat Sumenep dalam kata atatanem. Menanam dalam praktik social di Sumenep tidak hanya menanam dalam arti bertani, tetapi bagaimana memanfaatkan berbagai lahan untuk proses penanaman. Meski filosofi social tersebut belum menjadi kesadaran kolektif, banyak dijumpai pekarangan rumah di Sumenep yang berpagar pepohonan berakar tunggal seperti mangga, asam, kepala dsb (bukan pagar kayu atapalagi besi).