Dinamika Carok pada Zaman Dahulu

Dinamika Carok Pada zaman Sekarang

 Tidak diketahui pasti sejak kapan tradisi Carok di Madura mulai muncul. Hanya saja sebagian tokoh Madura mengatakan, tradisi Carok mulai mencuat sejak zaman penjajahan Belanda. Carok pada zaman Belanda berbeda dengan Carok yang terjadi saat ini. Sekarang jika ada orang yang berkelahi menggunakan senjata tajam hingga ada yang tewas, masyarakat langsung menilai telah terjadi Carok. (Sjafiuddin,2007)

Carokpada masa lalu, merupakan perang tanding antara satu orang melawan satu orang atau lebih. Sebelum perang tanding, masingmasing mengadakan perjanjian mengenai penentuan tempat arenanya, hari dan waktunya. Setelah disepakati, mereka melapor kepada penguasa setempat untuk Carok. Arena Carok itu diberi tanda berupa bendera dan disaksikan banyak orang. Usai membunuh musuhnya, pelaku tidak kabur, tapi dengan celurit yang masih menempel darah segar, pelaku melapor kepada aparat untuk menyerahkan diri.

Sedangkan Carok yang terjadi sekarang tidak lagi saling berhadaphadapan tapi mencari kelengahan musuhnya untuk melampiaskan niatnya. Usai membunuh pelaku juga melarikan diri. “Memang ada satu, dua orang yang melapor ke petugas, tapi itu jarang terjadi. Malah yang lebih banyak kabur menyelamatkan diri.Walau pelaku sudah dihukum berat lebih 10 tahun, tidak membuat kapok pelakunya. Dikatakan, yang paling memicu timbulnya Carok, manakala harga diri dipermalukan.

Dengan perkembangannya, Carok tidak bisa hanya dipahami sebagai sebuah institusi yang hanya menekankan aspek kekerasan. Pada suku ini, tindakan kekerasan mendapat pembenaran secara kultural dan bahkan mendapat persetujuan sosial jika tindakan itu bertujuan mempertahankan harga diri dan kehormatan. Pada pertengahan tahun 2006 lalu, kita dikejutkan dengan adanya berita tentang terjadinya “Carok” di Pamekasan yang menakibatkan tujuh orang tewas terkena sabetan celurit Carok merupakan tradisi bertarung satu lawan satu dengan menggunakan senjata (biasanya celurit). Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena Carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum. Ini merupakan cara suku Madura dalam mempertahankan harga diri dan “keluar” dari masalah yang pelik(M.Kamiluddin, 2009).

Banyak yang menganggap Carok adalah tindakan keji dan bertentangan dengan ajaran agama meski suku Madura sendiri kental dengan agama Islam pada umumnya tetapi, secara individual banyak yang masih memegang tradisi Carok. Kata Carok sendiri berasal dari bahasa Madura yang berarti ‘bertarung dengan kehormatan’. Biasanya, “Carok” merupakan jalan terakhir yang di tempuh oleh masyarakat suku Madura dalam menyelesaikan suatu masalah. Carok biasanya terjadi jika menyangkut masalahmasalah yang menyangkut kehormatan/harga diri bagi orang Madura (sebagian besar karena masalah perselingkuhan dan harkat martabat/kehormatan keluarga).

Penyelesaian Sengketa Melalui Carok

Secara umum, dipersepsikan persengketaaan akan muncul karena adanya konflik antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat. Dan masingmasing pihak yang bersengketa kurangnya buktibukti dan saksisaksi sehingga tidak mungkin untuk di selesaikan kejalur peradilan. Oleh sebab itu pihak yang bersengketa, hanya bisa bicara, bersikukuh pada dalil masingmasing dan tidak mempunyai yang lengkap untuk mencari fakta yang benar, maka mereka menyelesaiakan sengketa melalui sumpah pocong. Bahwa persengketaan masalah harta waris, tanah, persaingan bisnis, utang piutang dan gangguan terhadap istri pada orang Madura diselesaikan melalui Carok.

Namun tidak semua persengketaan itu diselesaikan melalui kekerasaan dalam hal ini Carok. Untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan, bisa dilakukan dengan jalan persahabatann dan perdamaian yaitu melalui sumpah pocong sebagai upaya penyelesaian sengketa. Pelaksanaan sumpah pocong selalu dilaksanakan di Masjid. Pada faktanya, pelaksanaan sumpah pocong selalu di Masjid karena akan menambah keyakinan bagi orang yang di sumpah dan memiliki keampuhan dari sumpah pocong tersebut.Sumpah pocong pada masyarakat Madura dalam menyelesaikan sengketa memiliki makna, sehingga hal ini sangat mempengaruhi pelaksanaannya. Dalam memaknai sesuatu peristiwa seperti sumpah pocong, maka pengertian makna itu sendiri adalah nilai yang digunakan sebagai pedoman oleh seseorang atau masyarakat untuk berprilaku, hal ini biasanya diikuti dengan suatu tuntutan emosional. Secara emosional seseorang atau suatu masyarakat merasa perilaku tertentu adalah benar dan perilaku yang lain salah.(M.Fauzi.S, 2008)

Dicuplik dari sebagian tulisan “Tradisi Carok Pada Masyarakat Adat Madura”, Henry Arianto1, Krishna2 (http://www.esaunggul.ac.id/article/)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.