Bagian yang tidak berlobang masih merupakan kayu yang bulat, bagian bawahnya ditipiskan, sedangkan bagian atas ronjangan diratakan. Selain itu ada dua potong pohon sebagai pengganjal yang ditaruh di bawah ronjangan, maksudnya agar tidak mudah rusak beradu dengan tanah. Sedangkan gentong yang dipakai sebagai alat penumbuk terbuat dari kayu nangka atau camplong yang panjangnya satu setengah meter dengan garis tengahnya sepuluh sentimeter, beratnya tiga kilogram, dan di bagian tengah gentong itu diberi lekuk untuk tempat pegangan.
Permainan dukka ronjangan ini tidak diiringi oleh musik atau pun nyanyian ketika permainan ini berlangsung. Permainan ini sifatnya spontanitas. Begitu ada bunyi “dung-dung” berkali-kali sudah cukup dimaklumi, bahwa bunyi yang berasal dari pukulan gentong pada ronjangan itu merupakan ajakan untuk noto padi (menumbuk padi) dan bisa juga untuk memberitakan berita duka.
Mereka yang kebetulan tidak bekerja atau yang mempunyai waktu senggang segera mendatangi asal bunyi ronjangan itu.
Seperti yang telah disebutkan di atas, mungkin saja panggilan “dung-dung” itu merupakan ajakan untuk membantu menumbuk padi atau hanya untuk mengajak bermain dukka ronjangan. Tidak lama kemudian permainan dukka ronjangan sudah kedengaran ke . seluruh dusun. Tetapi sebelum permainan ini dimainkan, pemiliknya terlebih dahulu membakar kemenyan atau dupa serta menaruh menangan terbuka di dekat ronjangannya tersebut.
Apabila yang datang lebih dari sebelas orang, maka bergantianlah mereka bermain. Umumnya ronjangan tidak kosong begitu saja, tetapi dukka membunyikan ronjangan dengan gentong (alu) mengiringi penumbukan padi. Ada kalanya pemberitahuan secara beranting, bahwa di suatu tempat besok orang akan menumbuk padinya. Maka tanpa diundang mereka yang kebetulan tidak mempunyai tugas di rumahnya, selalu datang untuk membantunya. Begitulah mereka sambil menumbuk padi. memainkan dukka, bersenda gurau bergantian menumbuk padi sehingga tanpa terasa pekeijaan menumbuk padi itu selesai.