Pemain-pemain yang baik, seringkali diundang untuk bermain di perhalatan atau selamatan, misalnya perkawinan, khitanan. Misalnya di perhalatan perkawinan dipinjam ronjangan yang baik dan para pemainnya pun tanpa diupah. Hanya diberi makan minum saja serta diberi berkat secukupnya. Apabila dalam perkawinan itu, persiapan-persiapannya sudah diselenggarakan sebelumnya, misalnya membuat dodol, menyembelih sapi dan se- bagainya, maka irama-irama dukka ronjangan itu pun disesuaikan dengan selamatan yang akan dilaksanakan. Misali)ya. waktu menyembelih sapi, irama yang dibunyikan adalah nyambeli sape. Waktu membuat dodol, iramanya juga aola dudul (membuat dodol).
Setiap pemain mempunyai keahlian khusus dalam dukka, ada yang bagian “dung-dung”, ada yang bagian kotek. bagian ngojur. “Dung-dung” dapat disamakan iramanya dalam gamelan dengan gong. sedangkan ngojur sama dengan gendang. Dalam selamatan perkawinan di malam hari, maka dukka ronjangan ini mulai bermain sekitar pukul 19.00 dan berakhir sampai dengan pukul 24.00
Dukka ronjangan sebagai suatu permainan rakyat di Madura ini, mempunyai ciri dan khas rakyat Madura, khususnya masyarakat petani. Hal ini, karena bentuk permainan dukka ronjangan sebagai ciri dari permainan para petani alatnya adalah berupa gentong (alu) dan ronjangan (lesung) tempat menumbuk padi. Kata dukka ronjangan itu sendiri yang terdiri dari dua kata, yakni dukka dan ronjangan. Dukka artinya “menyembunyikan ronjangan”, sedangkan ronjangan artinya “tempat untuk menumbuk padi”.
Padi biasanya ditanam oleh para petani. Pada umumnya penduduk Madura ini bersifat agraris, karena mata pencaharian pokok penduduk adalah sebagai petani sesuai dengan iklim tropis yang memungkinkan mereka untuk bercocok tanam. Oleh karena itu, di,daerah ini banyak sawah. Sebagian besar sawah-sawah tersebut merupakan sawah tadah hujan, artinya hanya dapat ditanami padi sekali dalam setahun. Jika musim panen tiba, berduyun-duyunlah mereka untuk menuai padi. Pada umumnya kaum wanitalah yang memotong padi, begitu pula pekeijaan menumbuk padi dilakukan pula oleh kaum wanita. Mereka tidak memanfaatkan mesin penggiling padi (huller), karena mereka lebih senang menumbuk padinya di ronjangan sambil bermain dengan cara mempermainkan gentongnya (alunya) ke sisi ronjangan sehingga menimbulkan suara.