Nah, dari sini kita perlu pahami bersama tentang apa yang dipahami sebagai orang Madura. Apakah indentivikasi kekerasan dan carok menjadi kekuatan indetitas etnik Madura. Atau nilai-nilai lain yang terkandung dalam kehidupan seni tradisi, peninggalan budaya, dan persoalan-persoalan kehidupan dibalik kekerasan dan carok itu. Atau apakah kita telah sepakat bahwa budaya Madura telah menjadi bagian vital bagi kehidupan masyarakatnya?. Atau kita biarkan saja, budaya yang konon adiluhung itu mengalir sendiri sesuai dengan perkembangannya?.
Masalahnya, apakah kita pernah mengevaluasi diri dari kacamata budaya? Apakah kita masih pantas disebut sebagai masyarakat atau etnik Madura? Apakah sikap kita dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan sikap manusia yang berbudaya Madura, yang beradab, tulus dan ikhlas sebagaimana tercermin dalam pandangan hidup orang Madura tentang tatakrama (budi pekerti) yang harus diutamakan, yang terungkap dalam: Oreng andhi’ tatakrama reya akanthapesse singgapun, ekabalanja’a e dhimma bai paju. Atau sebaliknya: “ Ta’tao Judanagara” (Judanegara adalah seorang tumenggung di Madura yang sangat baik budi pekertinya, sehingga pantas dijadikan kaca kebbang(contoh teladan) bagi orang Madura. Orang yang disebut tidak mengenal (ajaran) Judanegara dianggap jauh dari sikap mulia, alias hina
terima kasih sudah membantu menyadarkan kami akan penting nya budaya lokal untuk di jaga,…
kami sebebagai generasi muda akan berusaha menjaga warisan budaya madura dengan bersungguh-sungguh….