“Saat Panembahan sampai di Saroka, pasukan Inggris sudah naik ke atas kapal dan cepat berlayar. Mungkin mendengar kedatangan panembahan Sumolo,” kata Gus Nurul.
Dikisahkan turun-temurun, kala itu Panembahan Sumolo dalam keadaan sangat marah sehingga pedang yang dipegangnya itu tak bisa dibuka dari genggaman tangannya hingga 7 hari lamanya. “Beliau merasa sangat kehilangan Patih Mangun, yang sangat dihormatinya dan dicintainya seperti orang tua sendiri,” imbuh Nurul.
Jenazah Kiai Ngabai Mangundireja atau yang menurut lidah orang-orang Sumenep disebut Pate Mangon dimakamkan secara militer dan mendapat penghargaan tinggi dari penguasa Sumenep. Hal itu bisa dilihat dari ornamen cungkup dan jirat makam beliau di kawasan Asta Tinggi Kebunagung.
“Bisa dikata beliau pahlawan pertama dari dinasti terakhir yang menumpahkan darahnya demi bumi Songennep. Sayang generasi selanjutnya hingga sekarang banyak yang melupakan beliau, bahkan mungkin banyak yang sudah tak tahu kisahnya,” tutup Nurul ( M. Farhan M, Esha/MC)