Sosok Gus Dur (almarhum) tidak mungkin dilepaskan dari orang Madura.
Maksud saya tentu bukan dengan Mahfud MD, tapi orang Madura sebagai kolektifitas etnis, kultur yang khas yang dekat dengan kepribadian, dunia dan cara pandang seorang Abdurrahman Wahid. Kita semua mafhum bahwa suku Madura sangat dekat dengan NU.
Saking dekatnya, untuk sebagian mereka NU itu bukan ormas, tapi agama itu sendiri.
Suku Madura adalah salah satu suku yang meproduksi ulama-ulama top NU yang dikenal memiliki kharisma besar dan kondang di seantero tanah air, seperti mBah K.H. Cholil Bangkalan. Orang-orang Madura bisa disebut sebagai “homo economicus” par-excellence dalam dunia perdagangan, sebuah okupasi yang juga melekat dengan NU.
Orang Madura dikenal sangat mencintai para Ulama dan Kyai mereka, sehingga kalau sudah urusan yang satu ini orang Jawa yang paling NU pun rasanya kalah. Tak heran kalau orang non-Madura belum ada yang hobby vitamin K alias ziarah kuburan para wali bisa menyamai orang Madura.
GD dan saya berpendapat orang Madura memiliki kecerdasan yang tinggi dan kemampuan mengantisipasi dan merespon krisis dengan cepat. Stereotype orang Madura adalah pemberani, angker dan pemberang, protektif terhadap keluarga dan harga diri, tetapi juga sangat sentimentil kalau sudah berurusan dengan agama (mengingatkan saya kepada orang- orang dari Sicilia, Italia). Last but not the least, orang Madura sangat mencintai kampung halamannya.
Itulah sebabnya GD selalu mengagumi hal-hal yang ada kaitannya dengan Madura, dengan cara beliau yang khas. Yaitu beliau sering menampilkannya dalam humor-humor yang di luar tampaknya meledek dan kritis namun sejatinya terbersit suatu kekaguman dan pembelajaran.