GD mengekspressikan kecintaan beliau terhadap Madura dan budayanya melalui humor yang mungkin kedengaran ugal-ugalan, tetapi saya menangkapnya sebagai rasa penghormatan.
Tak pelak, memahami GD tak akan lengkap tanpa mengenal humor beliau tentang Madura yang jumlahnya mungkin hanya bisa disamai dengan humor GD tentang bangsa Yahudi. Menurut pandangan saya sampai sekarang orang-orang Madura dari segala lapisan belum ada yang merasa dilecehkan oleh guyonan GD tentang mereka, apalagi protes karena merasa dicemarkan nama baiknya. Paling-paling juga ada yang mringis aja sambil memaklumi keanehan GD.
Yang banyak terjadi justru GD sering “kulakan” humor-humor tentang orang Madura dari mereka sendiri!
Guyon Madura GD sudah sangat banyak beredar di publik dan kayaknya hampir tiap minggu bertambah banyak! Saking banyaknya, mungkin sudah ada buku tersendiri dan memang itulah salah satu hal yang membuat GD mengagumkan. Karena itulah saya tidak akan berpretensi bisa menyajikan guyonan Madura GD yang “baru”, tapi hanya yang ada kenangannya tersendiri buat saya pribadi. Misalnya yang satu ini:
Ketika baru saja diangkat sebagai Meneg Ristek, saya suatu hari ngobrol di istana sambil menunggu makan malam. Saya merasa perlu untuk bertanya kepada beliau, kira-kira bagaimana kiat yang pas untuk mengelola kementerian negara yang sudah terlanjur “ngetop” gara-gara dipegang Pak Habibie selama 20-an tahun itu. Padahal setelah beliau tidak lagi menjabat di sana dan diganti oleh Pak Rahadi Ramelan dan Pak Zuhal, kementerian ini mulai harus melakukan reorientasi, apalagi setelah ada reformasi. GD menjawab dengan santai dan, tentu saja, dibumbui humor.
“Jadi begini, Kang. Jadi Menteri yang ngurusi Iptek itu ya harus berusaha memahami dinamika masyarakat di mana dia berada. Jangan cuma pengen maju cepat-cepat saja. Sampeyan jangan meniru pendahulu sampeyan yang pendekatannya elitis, tetapi tidak atau kurang memahami bagaimana sebetulnya rakyat banyak memandang teknologi.
Termasuk di situ paham terhadap persepsi mereka terhadap gunanya teknologi dan, yang lebih penting, bagaimana iptek bisa dipakai melayani keperluan dasar mereka. Kalau sampeyan meneruskan model pendekatan lama, ya iptek kita mungkin maju, tapi makin terasing dari rakyat dan malah membuat elite tidak paham.