Nikmah Suryandari
- Identitas kultural erat kaitannya dengan kekuasaan dan hak istimewa. Kekuasaan dan previlege ataupun kemampuan untuk mengendalikan persepsi eksternal identitas kultural menjadi terbatas ketika seseorang tidak memiliki lembaga atau kelompok sebagai pendukungnya. Beberapa aspek dari identitas kultural mungkin dapat disembunyikan atau yang dapat disebut sebagai “afiliasi disengaja”. Contoh, cirri fisik menggambarkan latar belakang etnnis untuk beberapa orang, tetapi menjadi ambigu bagi yang lainnya. Orang-orang memi liki pilihan untuk membiarkan orang lain mengetahui atau tidak mengenai latar belakang budayanya. Terkadang factor biologis, sosial, budaya,ras, etnis, jenis kelamin, usia, dapat membuat orang lain merasa terpinggirkan hak-haknya
- Identitas kultural dapat membangkitkan emosi. Orang mung kin memiliki perasaan positif, negatif, netral atau ambigu terhadap komponen identitas kultural mereka sendiri. Terka dang kita secara sadar atau tidak memiliki perasaan negatif terhadap komponen identitas sendiri. Ketika seseorang ber sikap negatif terhadap identitas kultural orang lain, ada bebe rapa kemungkinan yang bisa terjadi. Dengan menegaskan identitas kultural orang lain, salah satu pihak akan memberikan kekuatan motivasi yang mendasari hubungan antarkelompok di mana hubungan interpersonal dapat dikembangkan.
- Identitas kultural dapat dinegosiasikan melalui komunikasi. Identitas kultural dapat dinegosiasikan melalui komunikasi tetapi hanya dalam kondisi tertentu. Orang tersebut harus merasa sadar dengan komponen identitas kultural mereka dan merasa nyaman untuk mendiskusikannya dengan orang lain. Bahkan disaat orang-orang mengetahui identitas budaya mereka, mereka tidak selalu mengkomunikasikan semua tentang kebudayaannya. Ada beberapa aspek identitas kul turalnya yang secara fisik tampak pada pertemuan tatap muka, tetapi masih ada aspek yang tak terlihat seperti agama, kelas, dan profesi. Bahkan dalam interaksi yang menggunakan media, seperti email atau telepon, aspek dari identitas budaya menjadi tersembunyi, kecuali mereka ungkap secara sengaja. Orang dapat menentukan aspek identitas kultural mana yang akan diekspresikan. Identitas kultural tersebut dapat diakses, digunakan, ditafsirkan, ditampilkan, dilakukan, dan seterusnya dalam konteks sosial tertentu.
Lisa Orr (1997) menyatakan bahwa untuk mengetahui iden titas orang lain di awal komunikasi merupakan pertanyaan yang paling sulit, apalagi bila kita ingin mengetahui kebudayaan otentik orang tersebut. Hal ini menunjukkan manusia biasanya tidak suka mengenal identitas seseorang secara sepotong-potong karena iden titas kultural adalah “kultural totalization”. Sedangkan totalitas kebudayaan tidak selalu nampak, karena selalu bersembunyi di balik konteks multikultural. Sehingga, dengan cara sederhana orang mereka-reka ciri khas yang terlihat (tubuh, warna rambut, tampilan wajah, tampilan fisik tubuh, bahasa pakaian, dan makanan), batas-batas, factor-faktor utama penentu sebuah kebudayaan. Yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah letak batas-batas identitas budaya.
Dalam artikel di www.geometry.net tentang Afrika berjudul Beyond Tribalism: Seeking a New Kultural Identity for East Africa (1999) dijelaskan bahwa identitas kultural dapat dikaji melalui gaya hidup penduduk asli, seperti bagaimana mereka menyelenggarakan pesta adat, memperingati peristiwa penting dalam siklus hidup,ataupun hal unik sebagai kultural impressions yang dianggap mewakili identitas kultural. Setidaknya apabila seseorang ingin mengetahui identitas orang etnis tertentu, ia dapat mengetahui melalui tampilan individual yang unik, seperti adat istiadat,bahasa, cara berpakaian, maupun gerak-gerik anggota tubuh waktu menari.
Menurut Liliweri (2002) ada beberapa kharakteristik identitas budaya, yakni (1) identitas kultural merupakan pusat penampilan kepribadian kita. Kita akan menjadi lebih sadar tentang identitas kultural sendiri saat kita hidup di dalam kebudayaan orang lain, berinteraksi dengan beberapa orang dari kebudayaan yang berbeda;
- Identitas kultural kita kadang-kadang dapat bertahan dalam konteks sosial yang selalu berubah; (3) identitas kultural merupakan sesuatu yang bermuka banyak. Makin banyak perbedaan budaya yang dihadapi maka makin banyak pula identitas kultural orang lain yang berhadaparn dengan kita, akibatnya, makin besar pula kita membandingkan identitas kultural kita dengan orang lain.
Namun sebenarnya di sisi yang lain, kemajemukan budaya dengan identitas kultural yang dimiliki masing-masing etnis, merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai apalagi di tengah desakan budaya global saat ini. Masuknya beragam budaya asing (barat) menuntut adanya benteng budaya yang kuat dari suatu negara. Benteng budaya yang kuat dalam sebuah Negara yang multikultural bukan berarti terwujud dengan penggantian dan peninggalan identitas kultural masing-masing etnisnya, tetapi terbentuk dari suatu kehidupan harmonis (sosial cohession) dari etnis yang tetap memelihara identitas kultural yang dimilikinya. Meskipun dalam masyarakat yang terbagai ke dalam kelompok-kelompok yang berdasarkan identitas kultural akan sulit mencapai keterpaduan sosial namun hal ini bukan suatu keniscayaan. Meski hal ini memerlukan sebuah komunikasi antar budaya yang efektfif. Sebuah benteng budaya yang kuat yang terdiri dari beragamnya identitas kultural masing-masing etnis yang hidup di negara tersebut bisa terwujud menjadi identitas nasional.