Nikmah Suryandari
Ada ungkapan-ungkapan yang merupakan cerminan dari pandangan atau falsafah hidup orang Madura yang mengandung kedalaman makna baik dalam relasi dengan penciptanya, sesama nya, maupun lingkungannya. Diantara beberapa uangkapan tersebut antara lain:
- Abantal syahadat asapo’ iman (berbantal syahadat, berselimut iman). Suatu ungkapan yang menyiratkan pentingnya menja dikan agama sebagai sandaran hidup. Ungkapan ini menun jukkan sifat religiusitas orang Madura terhadap agamanya. Hal ini salah satunya tercermin pada model bangunan rumah di Madura yang selalu menempatkan bangunan langgar di sisi barat halaman rumahnya. Langgar ini menjadi tempat shalat, mengaji dan belajar agama. Sejak kecil anak-anak di Madura sudah dibiasakan untuk belajar mengaji dan ilmu agama pada kyai. Tidak mengherankan bahwa dalam struktur masyrakat Madura, kyai memiliki posisi penting dengan beragam hak istimewa/ privilege. Di Madura kyai dan pesantren menjadi sentral hampir sebagian besar kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan Madura. Hal ini menunjukkan kuatnya ikatan antara orang Madura dengan agamanya. Agama diterima bukan semata sebagai tradisi warisan leluhur, tapi juga menempati bagian tertinggi dalam kehidupan masyarakat Madura.
- Bhuppha’, bhabhu’, ghuru, ratoh tidak sekedar menggambarkan struktur penghormatan orang Madura, melainkan juga menggambarkan proses relasi sosial orang Madura. Ketaatan pada orang tua (bapak dan ibu) (buppa’ ban Babbu’) sebagai orangtua kandung sudah jelas, tegas, dan diakui kenisca yaannya. Secara kultural ketaatan dan ketundukan seseorang kepada kedua orangtuanya. .Bhuppha’-bhabhu’ adalah orang pertama bagi anak untuk belajar dan menerima pendidikan. Di lingkungan inilah proses sosial dalam lingkup kecil mereka kenal. Ghuru atau kyai merupakan sosok sentral dalam masyarakat Madura. Sementara Ratoh termasuk orang yang harus dihormati karena ia pemimpin formal dalam masyarakat. Bagi masyarakat Madura kepatuhan pada ratoh sudah tertanam kuat, sehingga sikap tunduk dan menghormati terhadap segala peraturan yang berkaitan dengan posisi dirinya sebagai warga negara adalah sebuah keniscayaan.
- “Manossa coma dharma“, yang menunjukkan keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. Dalam ungkapan ini tercermin kepatuhan akan kuasa dan kebesaran Tuhan dalam menentukan takdir manusia
- Ango ‘an pote tolang e tembeng pote mata : (lebih baik mati dari pada malu). Makna ungkapan ini sebenarnya sangat mulia, dan mampu memberi inspirasi bagi orang untuk berbuat kebaikan dan membela kebanaran.Apabila memahami makna “pote mata pote tolang, ango’ poteya tolang”, seseorang akan malu untuk berbuat buruk atau melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Karena dengan melakukan tindakan buruk hal itu diumpamakan mencoreng hitam di wajah sendiri.
- Lakona lakone, kennengnga kennengnge. Makna dari ungkapan ini adalah bahwa orang Madura memiliki pedoman atau tuntunan agar dapat membawa diri dimanapun dia berada dalam kondisi apapun. Hal ini menunjukkan bahwa orang Madura ulet professional dalam bekerja, karena itu para perantau Madura jarang mengalami kegagalan.
- Kar-karkar colpe’. Ungkapan ini menunjukkan keuletan dan kegigihan orang Madura dalam bekerja. Bekerja diibaratkan seperti seekor ayam yang selalu mencakar-cakar tanah untuk mendapat makanan, meskipun hasilnya sedikit. Ungkapan kar-karkar colpe’ juga menggambarkan sifat orang Madura yang rajin bekerja, tekun, mengumpulkan penghasilan sedikit demi sedikit. Sifat ini juga menunjukkan bahwa orang Madura pantang menyerah dan berputus asa, sampai dia mencapai keinginannya.
- Ungkapan lain yang berkaitan dengan etos kerja orang Madura diungkapkan oleh Rifai (2007) yang menjelaskan bahwa orang Madura tidak akan menyia-yiakan atau membuang waktu dalam hidupnya yang pendek, sehingga tidak akan mèndu ghabay atau menduakalikan pekerjaan. Berdasarkan ungkapan ini, orang Madura bersikap sangat efisien terhadap waktu dalam bekerja, yang tergambar dalam untkapan atau pepatah atolo ngèras mandi (berkeramas sambil mandi). Dalam mengerjakan suatu pekerjaan, orang Madura bersikap du’-nondu’ mèntè tampar (duduk menunduk memintal tali). Ungkapan ini berarti bahwa meskipun terlihat duduk menunduk, sebenarnya orang Madura tetap ulet dan rajin melakukan kegiatan yang bermanfaat. Orang Madura juga meyakini bahwa tiap orang mendapat hasil sesuai dengan yang diupayakannyamon atanè atana’, mon adhagang adhaging (siapa yang bertani bertanak nasi, siapa yang mau berdagang atau bekerja, maka dia akan memperoleh hasilnya).
Daftar Pustaka
- Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. III. Jakarta: Depdiknas RIdan Balai Pustaka. Bhabha, H. 1990. Nation and Narration. London and New York: Routledge. Barker,Chris. 2005. Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi Wacana Daphne A. Jameson “Reconceptualizing Kultural Identity and Its Role in Interkultural Business Communication (2007:281-285). diakses 2 Mei 2013. Giring.2004.Madura dimata Dayak dari Konflik ke Rekonsiliasi. Yogyakarta: Galang Press. Gudykunst. William B. 2003. Cross-Cultural and Intercultural Commu nication, California: Sage publications Hall,S. 1992. Modernity and Its Futures. Cambridge: Polity Press. Hall, Edward T, 1990. The Silent Language, New York: Doubleday Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta .Pustaka Pelajar. Liliweri, Alo. 2001. Gatra – Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lustig, Myron W. Koester ,Jolene, 2003 .Intercultural Competence: Interpersonal Communication Across Cultures, Allyn and Bacon, Orr, Lisa. 1997. Media and Identities Series. California : SAGE Rahardjo, Turnomo, 2005. Menghargai Perbedaan Kultural, Pustaka elajar. Yogyakarta, Rifai, Mien A, 2007. Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya, Pilar Media, Yogyakarta Rifai,Mien A. 2007.Manusia Madura Melihat Masa Depan. (Sumenep: Makalah Kongkres Kebudayaan Madura, Samovar, Larry A., Porter, Richard E., McDaniel, Edwin R. 2006. Communication Between Cultures. Samovar, Larry A., E. Porter .Richard, Edwin R. McDaniel . 2009. Interkultural Communication: A Reader .Boston: Wadsworth Cengage Learning. Suwarsih Warnaen, 2002 Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multietnis. Matabangsa, Taufiqurrahman, 2007. Identitas Budaya Madura. Jurnal Karsa Vol XI No1 tahun 2007 Toomey, Stella Ting. 1999. Communicating Across Cultures (New York: The Guilford Press. Wiyata, Latif, 2010. Sulitnya Mengubah Citra, artikel Kompas 17 Nofember 2010 Zubairi, A. Dardiri, 2013 Rahasia Perempuan Madura.Esai-Esai Remeh Seputar Kebudayaan Madura, Andhap Asor Kerjasama Dengan Al Afkar Press, Surabaya www.geometry.net _______________________
(diangkat dari buku MADURA: Masyarakat, Budaya, Media, dan Politik, Editor: Surokim Penerbit: Puskakom Publik bekerjasama dengan Penerbit Elmatera, Cetakan Pertama: 2015 ISBN: 978-602-1222-56-0, hal 30-50)
—————————————
Tulisan bersambung:
Identitas Kultural Masyarakat Madura: Tinjauan Komunikasi Antar Budaya (1)
Identitas Kultural Masyarakat Madura: Tinjauan Komunikasi Antar Budaya (2)
Identitas Kultural Masyarakat Madura: Tinjauan Komunikasi Antar Budaya (3)