Menurut catatan sejarah, penguasa Plakaran ini masih enggan memeluk Islam, walaupun Islam sudah menjadi buah bibir sebagian besar masyarakatnya, termasuk putranya sendiri Raden Pratanu. Namun demikian, ia tidak melarang putranya belajar ilmu Islam kepada Sunan Kudus. Oleh karena itu, agama Islam masih menemukan rintangan berkembang di Madura bagian Barat ini karena keengganan Raden Pragalbo untuk memeluk Islam. Di penghujung usianya, Raden Pratanu membujuk bapaknya agar mengucapkan dua kalimat syahadat. Saat itulah Raden Pragalbo wafat setelah Beberapa saat sebelumnya menganggukkan kepala tanda setuju dengan bimbingan anaknya. Mengangguk dalam bahasa Madura disebut onggu’. Sejak itulah, menurut legenda ini, Raden Pragalbo kemudian lebih dikenal dengan Pengeran Islam Onggu’.
Panembahan Pratanu yang bergelar Lemah Dhuwur ini adalah pendiri kerajaan kecil yang berpusat di Arosbaya, sekitar 20 km dari kota Bangkalan ke arah utara. Diperkirakan, Panembahan Pratanu dinobatkan sebagai raja pada tahun 1531 setelah ayahnya, Raja Pragalbo, meninggal dunia. Sebagaimana disebutkan di atas, walaupun sang Bapak masih enggan masuk Islam, namun ketika Pratanu masih dalam masa mudanya ia pernah bermimpi didatangi orang yang memintanya agar memeluk agama Islam.
Mimpinya disampaikannya kepada sang ayah, lalu sang ayah mengirim Patih Empu Bageno untuk mempelajari Islam di Kudus. Tidak tanggung-tanggung, sang Patih belajar Islam sungguh-sungguh sampai akhirnya memeluk agama ini dan kembali ke Arosbaya. Dari dialah Pratanu mengenal Islam dan iapun masuk Islam. Diperkirakan, setelah keislaman sang pangeran, ia bersama Empu Bageno kemudian menyebarkan agama baru itu ke seluruh warga Arosbaya. Dilihat dari masanya, di mana ia diperkirakan lahir tahun 1531 dan meninggal tahun 1592, Panembahan Pratanu termasuk raja pertama di Madura Barat ini yang masuk Islam dan menyebarkannya.
Di pamekasan, Raja yang tercatat sebagai penganut Islam pertama adalah Panembahan Ronggosukowati. Menurut catatan sejarah pamekasan, di masa muda Ronggosukowati pernah belajar kepada Sunan Giri atau Raden Paku. Oleh karena itu, bisa dipastikan Ronggosukowati muda ini sudah Muslim. Dialah yang kemudian menggantikan Bapaknya, yaitu Panembahan Bonorogo, karena usia yang sudah lanjut. Namun, kepulangan Ronggosukowati ke Pamekasan tidaklah sendirian. Konon Sunan Giri menyertakan muballigh bersamanya untuk menyiarkan Islam di Pamekasan yang bernama Sayyid Muhammad bin Abdurrahman bil Faqih. Bersama muballigh itulah Ronggosukowati mengislamkan Pamekasan.