Secaningrat (Wisnuwardhana) merasa berhak atas kerajaan Dhaha dan Singosari karena perkawinannya dengan Wanihiun (putera Mahesa Wongateleng). Pada tahun 1250 dia menjatuhkan Dhaha dan Singosari. Namun ia bertindak hati-hati. Narasingamurti (Mahesacempaka) dijadikan ratu Anggabhaya dengan kekuasaan daerah Hering. Ada sedikit benturan dalam penobatan Wisnuwardhana menurut prasati Mulamalurung. “sebuah keterangan yang sangat menarik mengenai penobatan Nararyya Sminingrat kita dapati pula didalam prasasti ini. Keterangan itu menyebutkan bahwa sepenggal Nararyya Tohjaya, semua pejabat dengan pemimpin oleh sang Pamget Ranu Kabayan Sang Apanji Pati-Pati menobatkan Nararyya Sminingrat menjadi raja di Tumapel (Nararyya Sminingrat Tapinasangaken Prajapatya)”.
Keterangan tersebut menimbulkan kesan tentang tidak adanya calon yang sah untuk duduk diatas tahta kerajaan atau terdapat bebrapa orang yang tidak berhak yang berusaha untuk menjadi raja.
Menurut prasasti Mulamalurung Wisnuwardhana memerintah mulai tahun 1250 yang menguasai Dhaha dan singosari. Rasa khawatir akan timbulnya sengketa kekuasaan jika kelak dia telah tiada, menybabkan ia buru-buru melantik putera nya Kertanegara sebagai raja muda di Dhaha. Hal ini rupanya untuk mengokohka kekuasaan keturunannya.
Pelantikan Kertanegara sebagai Raja Muda diceritakan dalam prasasti Mulamalurung atau Negarakertagama dalam pupuh XLI 3.12) “Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu manubatkan puteranya. Segenap rakyat Kediri janggala berduyun-duyun mengastubagia. Raja Kertanenagara nama gelarnya, tetap demikian seteusnya. Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama Praja Singasari”.
***
Tulisan bersambung