Raden Bugan Mengabdi Kepada Jaingpati
Usai menjalankan tugas dan raja Mataram, Raden Bugan kembali ke Cirebon diperintahkan Sultan Cirebon untuk kembali ke Sumenep. Ia diperintahkan untuk mengabdi kepada Tumenggung Jaingpati, Bupati Sumenep.
Raden Bugan bertolak dari Cirebon dengan mengendarai perahu dengan membawa serta Kiai Cirebon. Perahu berlayar mengarungi Laut Jawa dan selat Madura, sampai di perairan Selat Madura ia menepi di Pulau Mandangin atau Pulau Gili di sebelah selatan Kota Sampang. Disana ia menyepi di pekuburan Bangsacara. Di tempat menyepi inilah ia kembali bertemu dengan Raden Trunojoyo, lalu mengikat janji untuk bersahabat selamanya. Raden Trunojoyo berjanji bahwa pada suatu ketika akan bertamu ke kadipaten Sumenep.
Raden Bugan melanjutkan perjalanannya kembali untuk menuju keraton Sumenep, namun perjalanan dari pulau Mandangin laju perahu terasa lamban karena angin berlawanan dengan tujuan perahunya. Maka, (konon) Raden Bugan lalu menghunus tombak yang dihunus dijadikan dayung, laju perahu mulai berjalan ke arab timur. Tombak tersebut kemudian diberi nama “Si Srangdayung”.
Sesampainya di Sumenep, Raden Bugan menghadap Tumenggung Jaingpati dan kemudian menjadi abdi di Keraton Sumenep. Ia diberi pangkat Kabayan Kadipaten. Karena kerja Raden Bugan dinilai baik dan terampil ia cepat dinaikkan pangkat menjadi setingkat Menteri Kadipaten dengan gelar Raden Wangsajaya. Di Keraton Sumenep, Raden Bugan banyak mempraktekkan ilmu pemerintahan dan ketatanegaraan yang didapatnya di keraton Mataram.