A. Dardiri Zubairi
Berbagi dalam tradisi masyarakat manapun merupakan tindakan kebaikan. Saya yakin, tak ada ras manapun dan agama apapun yang menganggap berbagi sebagai tindakan buruk. Karena itu sangat banyak ajaran agama dan keaifan lokal yang menganjurkan agar kita selalu berbagi. Semakin banyak bebagi, semakin bertambah pula kebaikan kita.
Berbagi sendiri adalah tindakan kebaikan. Tetapi tindakan berbagi akan semakin berlipat kebaikannya jika diletakkan di atas dasar kokoh; keikhlasan. Keikhlasan seringkali dilukiskan dalam ajaran agama, ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak tahu. Malah dalam ajaran agama, keikhlasan menjadi penentu apakah tindakan berbagi yang kita lakukan menjadikan kita sampai pada hakikat kebaikan atau tidak.
Masyarakat Madura yang tradisinya sangat diwarnai oleh agama yang dipeluknya memiliki tradisi unik dalam berbagi. Nama tradisi ini adalah Ser Maleng ( secara harfiah berarti “rahasia maling”). Tradisi ini lahir sebagai bentuk mewadahi keikhlasan yang memang gampang diucapkan tetapi sulit dilakukan. Karena watak manusia memang selalu ingin dipuji. Kalau perlu dipublikasikan bahwa ia baik. Bahwa ia suka berbagi.
Ser Maleng adalah tindakan berbagi/sedekah yang tidak diketahui orang ketika memberikan. Dalam praktiknya, orang yang melakukan ser maleng biasanya memberi beras, kopi, gula, dan rempah-rempah secukupnya. Banyak dan sedikitnya barang tergantung kepada kemampuan orang yang melakukan ser maleng. Barang yang biasanya dibungkus itu kemudian ditaruh di depan pintu orang yang dibantu pada malam hari tentu tanpa memberi tahu penghuni rumah. Pagi hari si penerima bantuan akan kaget, karena di depan pintu ada bungkusan tanpa tahu siapa pemberinya. Yang mungkin bisa dilakukan si penerima hanya memberitahu kepada tetangga, bahwa tadi pagi ia menerima ser maleng.
Sesuai namanya, ser maleng ini mengambil cara kerja maling yang melakukan tindakan secara sembunyi-sembunyi. Ser maleng ini pun dilakukan pada malam hari. Si pengirim tidak meninggalkan pesan misalnya nama dan alamat, kecuali bungkusan yang ditaruh tepat di depan pintu. Dulu, sewaktu saya kecil, sering mendengar tetangga yang memperoleh ser maleng. Bahkan ibu saya juga pernah memperolehnya. Saat ini, meski masih ada, tak sebanyak pada masa dulu.
Lesson learned
Tradisi Ser maleng adalah bentuk kreativitas budaya yang dalam masyarakat Madura sangat diwarnai agamanya. Tradisi ini sebagai pelembagaan ajaran-ajaran agama yang memang mendorong umatnya untuk selalu berbagi atas dasar keihklasan.
- Tindakan berbagi memang tidak untuk gagah-gagahan. Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki dalam kitabnya, Kasyful Ghammah, menjelaskan bahwa sejatinya pemberi tidak perlu memublikasikan kepada orang bahwa ia telah memberi. Ia harus menutupnya rapat-rapat. Tugas memublikasikan sebenarnya adalah tugas si penerima. Dengan kata lain, si penerima penting memublikasikan kepada orang lain bahwa ia telah menerima bantuan dari si A, misalnya, dengan maksud agar orang lain terdorong untuk berbagi.
- Orang yang berbagi harus berusaha untuk tidak menganggap pemberiannya besar. Tak perlu sombong dan membangga-banggakan diri karena bisa berbagi. Sebesar apapun pemberiannya harus dipandangnya kecil. Jika dianggap besar di samping akan menyinggung perasaan si penerima, juga akan melalaikan si pemberi untuk terus berbagi. Dalam derajat tertentu malah bisa mencegah si pemberi untuk menerima pahala.
- Dalam ajaran agama, memberi lebih mulia dari menerima. Tetapi dasar dari tindakan berbagi atau memberi adalah keikhlasan. Keikhlasan sulit dinilai, karena ada di wilayah batin. Hanya Allah Yang Maha Mengetahuinya.
Inilah hikmah yang mungkin bisa kita ambil dari tradisi ser Maleng. Semoga bermanfaat. Semoga kita termasuk orang-orang yang senang berbagi dengan penuh keikhlasan.
(terimakasih kepada guru saya KH. Roji Fawaid Baidlawi yang mengajari kitab karya Sayyid Muhammad al Maliki)