Kearifan lokal khususnya dalam bentuk sastra lisan Madura, pada dasarnya secara alamiah berkembang di tengah masyarakat Madura. Sastra lisan Madura ada sejumlah macam bentuknya, antara lain tersebut dibawah ini:
1. Pandangan Hidup
Pandangan hidup orang madura banyak yang berupa ungkapan-ungkapan berupa saloka, pantun, lagu dan lain-lain. Pada pokoknya dibagi dua:
a. Pandangan hidup keduniaan ada saloka berbunyi:
Abantal omba’ asapo’ angen
(Berbantal ombak berselimut angin).
Menggambarkan sikap hidup dinamis dan enerjik dan tabah untuk menghadapi berbagai tantangn dan cobaan. Hidup harus dihadapi dengan kerja keras.
b. Pandangan keagamaan (religi) ada saloka berbunyi:
Abantal syahadat asapo’ iman
(Berbantal syahadat berselimut iman).
Menggambarkan bahwa orang Madura itu harus menyerah penuh kepada ajaran Allah atau ajaran agama.
2. Tatakrama (Adat Istiadat)
Dalam pandangan hidup orang madura mendapat warisan tatakrama (budi pekerti) yang harus diutamakan. Tentang pentingnya budi pekerti itu tersirat pada ungkapan:
Oreng andhi’ tatakrama reya akantha pesse singgapun, ekabalan ja’a e dhimma bai paju.
(Orang yang punya budi pekerti yang baik itu seperti uang (emas) singapara, dibelanjakan di mana saja pasti laku).
Adagium di atas selain menggambarkan pentingnya budi pekerti. Juga tersirat, dengan berbekal budi pekerti yang baik, orang pergi ke mana saja akan disenangi (diterima) orang. Tetapi orang yang tidak berbudi disebut:
Ta’tao Judanagara
(Tidak mengenal Judanegara)
Judanegara adalah seorang tumenggung di Madura yang sangat baik budi pekertinya, sehingga pantas dijadikan kaca kebbang (contoh teladan) bagi orang Madura. Orang yang disebut tidak mengenal (ajaran) Judanegara dianggap jauh dari sikap mulia, alias hina.