Kedudukan Perempuan pada Masyarakat Madura

Tata Letak Perumahan dan Lahan Garapan.

Letak permukiman terhadap lahan garapan yang terpisah-pisah memberikan gambaran satu otonomi tersendiri terhadap keluarga. Karena kesejahteraan dan penghasilan keluarga tidak ditentukan oleh sistem secara umum tapi lebih ditentukan lahan garapan yang dimiliki oleh keluarga itu sendiri. Dari kasus inilah maka kekerabatan dalam satu kelompok keluarga sangatlah penting dan otonomi terhadap kelompok menjadi besar sementara itu ikatan terhadap kelompok besar menjadi tidak terlalu penting.

Dari data tersebut jelas tampak bahwa masyarakat Madura sebenarnya dapat dikelompokan sebagai primordial masyarakat ladang. Meskipun tidak memiliki ladang yang berpindah-pindah, tapi karakter utamanya sangat berdekatan sekali. Sebagai pembanding adalah masyarakat Sunda maupun masyarakat Minang. Inilah sebenarnya yang menjadi kekhususan Madura sebagai peladang tetap, atau yang oleh Kuntowijoyo (2002) disebut sebagai masyarakat tegalan. Posisi yang demikian menjelaskan kepada kita bahwa makna ruang pada tanean jelas sekali menunjukan adanya otonomi penghuninya, kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya, serta kerenggangan yang terjadi terhadap hubungan antar permukiman.

Sistem Ritual

Dalam hal hajatan posisi laki laki dan perempuan tampak dari pembagian kelompokkelompok perempuan dan laki laki. Laki laki ada di depan, sementara posisi perempuan berada di samping yaitu di dalam rumah. Pertunjukan dilakukan di halaman keluarga atau tanean. Orientasi menghadap ke barat atau searah dengan langgar. Apabila acara tersebut tidak terlalu besar maka semakin jelas fungsi langgar sebagai tempat melakukan ritual tersebut. Pembagian orang luar-dalam, laki laki dan perempuan tampak dari ritual-ritual tersebut. Prinsip ini tetap tercermin, laki laki berada di tempat yang terbuka atau luar sementara perempuan berada di serambi yang terlindungi dan relatif tertutup atau dalam.

Kehadiran undangan juga mengikuti pola yang sama, undangan laki laki akan berkumpul dengan laki laki sedangkan undangan perempuan akan bergabung dengan undangan perempuan. Tampaknya nilai yang seperti ini memiliki kesamaan dengan nilai religi Islam, dimana laki laki dan perempuan memiliki pemisahan yang jelas.

Dhukon atau dukun dan kyai, sebagai orang yang dianggap sakti, dipandang lebih tahu dari masyarakat kebanyakan. Dalam ritual keluarga dan masyarakat dukun atau kyai memiliki fungsi yang sama yaitu menyatukan atau pengantara antara dunia atas dan dunia bawah dalam kehidupan manusia. Manusia dipandang tidak akan mampu mencapai yang transenden tanpa perantara orang yang dianggap sakti dan tahu. Hubungan ini tampak dari susunan ruang antara dunia atas dan bawah, laki laki dan perempuan, luar dan dalam yang disatukan dalam dunia transenden lewat ritual-ritual tersebut. Prinsip yang demikian ini terlihat sekali dalam susunan ruang pada tanean lanjang, dengan sumbu utara-selatan dan barat-timur.

Pusat aktivitas yaitu tanean, menjadi jelas maknanya sebagai pusat ritual masyarakatnya. Pengecualian makna ini tidak berlaku pada tanean lanjang yang memiliki susunan rumah yang berhadap-hadapan, meskipun berbeda dalam hirarki tetapi fungsi pusat untuk menyatukan tetap berlangsung dengan baik. Perkecualian ini terjadi karena prinsip mahalnya lahan. Keterbatasan lahan sejak dahulu menjadi problem utama penyusunan ruang tersebut.

Prinsip yang dianut yaitu tidak diperkenankan mengurangi lahan garapan, mengakibatkan susunan perumahan yang saling berdesakan dan tidak beraturan. Makna ruang memenuhi fungsi ritual tidak saja sebagai pengikat, atau fungsi duniawi saja tetapi lebih dari itu bahwa ruang dalam tanean juga memiliki makna ritual bagi pencerminan kehidupan religi masyarakatnya. Posisi susunan perumahan di Madura mengikuti pola-pola yang demikian, dimana keluarga yang berkedudukan lebih tua selalu menempati posisi paling barat. Pada rumah tonghuh selalu berada paling barat dan ditempati cikal bakal perumahan tersebut atau yang menggantikannya yang paling tua dalam hubungan kekeluargaan. Pada tanean lanjang dengan posisi generasi yang paling panjang maka posisi rumah tonghuh selalu dipakai orang yang paling tua dalam jabatan kekeluargaan. Sementara itu bila orang yang paling tua meninggal maka rumah tersebut akan ditempati keturunan yang paling tua, yaitu perempuan yang paling tua. Ukuran tua tidak hanya berdasarkan atas kelahiran tetapi juga waktu perkawinan. Tampak sekali bahwa susunan ruang mencerminkan hirarki status keluarga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.