Pandangan yang agak berbeda datang dari Terra yang menyebutkan bahwa Madura Timur (Pamekasan dan Sumenep) mempunyai pola yang sedikit menyimpang dari pola Jawa, yakni sebuah pola pertanian yang memusatkan pada ekologi tegalan. Tetapi, sesungguhnya secara umum pulau Madura memiliki ekologi yang sangat berbeda dengan Jawa. Kuntowijoyo, misalnya, melukiskan kekhasan ekologi tegal di Madura dibandingkan ekologi sawah di Jawa dan ekologi ladang di luar Jawa.
Sebagai sebuah pulau, Madura juga didominasi oleh wilayah laut dan pantai yang mengelilingi pulau itu. Secara umum, terdapat dua pantai memanjang di Madura, yaitu pantai Utara yang hampir membentuk garis lurus yang membatasi wilayah Utara pulau Madura dan pantai Selatannya yang memiliki arti penting karena terdapat banyak pelabuhan, besar dan kecil, yang menghubungkan Madura dengan dunia luar. Karena keberadaan pantai inilah, Madura, selain, menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia, juga memberikan pekerjaan penangkapan ikan kepada masyarakat Madura, terutama masyarakat yang mendiami wilayah sekitar pantai.
Penyimpangan struktur ekologis di Madura juga menentukan pola kehidupan penduduknya. Ekologi tegal, misalnya, melahirkan organisasi sosial yang bertumpu pada agama dan otoritas kyai. Kyai merupakan perekat solidaritas dan kegiatan ritual keagamaan, serta pembangun sentimen kolektif keagamaan.
Penghormatan yang tinggi orang Madura terhadap ulama (kyai) dapat ditelusuri dari ungkapan, „buppa’-bhabhu, ghuru, rato“ yang menggambarkan hirarki penghormatan dikalangan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Madura ungkapan tersebut bermakna bahwa penghormatan yang pertama dan utama harus diberikan kepada kedua orang tua –sekalipun dalam kenyataannya banyak anak Madura yang lebih hormat pada Kyai ketimbang kedua orang tuanya—sebagai orang yang melahirkan dan mendidik dan mengasuh hingga dewasa. Penghormatan kedua pada guru yang dalam hal ini terfokus pada Kyai. Karena kyailah yang mengajarkan ia tahu tentang ilmu agama dan ilmu tengka, disamping itu kyai dianggap orang yang paling faham dan dekat dengan agama, sehingga ia pantas untuk dihormati dan diteladani. Baru penghormatan berikutnya kepada rato (pemerintah), bahwa fungsi pemerintah sebagai regulator pembangunan kurang diberi kehormatan oleh nilai-nilai tradisi Madura.
sip-sae
engko’ bangga endik budaya madhure…
Mogha-mogha daddiya tamba’an pangataowan tor maenga’ jha’ madhura soghi kalaban buddhajana