Berkat kerja keras, kemakmuran menyambangi penduduk Pulau Keramaian di Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Madura. Hampir semua warga perempuan di sana, sejak bayi sudah mengenakan emas dan berlian.
Berbeda dengan warga kepulauan terpencil lainnya, penduduk Pulau Keramaian di wilayah Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Madura, relatif makmur. Hampir semua warganya, khususnya perempuan, mengenakan perhiasan yang cukup mewah, mulai dari bayi hingga dewasa.
Kemakmuran penduduk di Pulau Keramaian tersebut tidak lepas dari anugerah alam yang cukup melimpah. Di dataran rendah dan pesisir pantai, mayoritas warganya bekerja sebagai nelayan. Hampir semua keluarga nelayan di wilayah pesisir memiliki perahu sendiri, sehingga tidak perlu menyewa pada orang lain. Di wilayah dataran tinggi, mayoritas penduduknya bekerja di perkebunan cengkih dan kelapa.
Menurut Alenina, salah seorang warga Dusun Sudimampir, Desa Keramaian, hampir semua keluarga memiliki perahu ikan. Biasanya untuk mencari ikan, satu keluarga berangkat dengan satu perahu. “Kami beli perahu ini Rp 35 juta,” kata Alenina yang ditemui SH di atas perahunya, akhir pekan lalu.
Kalau berangkat melaut rata-rata dalam satu perahu terdapat sepuluh orang. Berangkat pada malam hari, dan kembali ke darat pada siang hari. “Ikan-ikan yang kami dapat langsung dijual pada pengepul ikan di tengah laut, sehingga tidak perlu membawa ikan ke darat lagi,” paparnya.
Setiap melaut, rata-rata mereka bisa mendapatkan uang dari menjual ikan Rp 35 juta. Setelah dikurangi biaya operasional, rata-rata tiap orang mendapatkan Rp 3 juta dalam sehari. “Kalau musim bagus seperti ini, dua atau tiga hari sekali kami melaut. Tapi saat musim barat (ombak besar), kami bisa sampai dua minggu tidak melaut,” ungkapnya.
Bagaimana dengan warga yang hidup di dataran tinggi pulau tersebut? Kemakmurannya hampir sama. Sebab mereka juga mendapatkan hasil cukup besar dari menjual cengkih. Meskipun demikian, warga di di dataran tinggi relatif lebih tertutup terhadap warga pendatang atau tamu. “Pada saat panen cengkih, sudah banyak pengepul yang datang,” kata Rohim, tanpa mau menyebut berapa uang yang diterima saat panen tiba.
Kemakmuran masyarakat Pulau Keramaian selain dilihat dari emas dan berlian yang mereka kenakan di tubuhnya, juga berbagai barang elektronik yang ada di rumahnya. Meskipun demikian, barang elektronik seperti lemari es, televisi, dan lain-lain jarang mereka gunakan.
Sebab di desa tersebut belum dialiri listrik dari PLN. Untuk kebutuhan listrik, dipasok melalui genset desa dengan kekuatan yang terbatas. Itu pun hanya menyala pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB. Selebihnya tidak ada aliran listrik.
Lambang kemakmuran lainnya adalah perlengkapan perahu mereka. Bagaikan kendaraan pribadi, perahu untuk mencari ikan pun dipasang pengeras suara (sound system) yang cukup canggih dengan suara menggelegar. “Biar saat mencari ikan tidak ngantuk,” tambah Alenina.
Di karamian ada bank apa?
Entah, kemungkinan BRI
wkwkwkwkw…………KATA SIAPA di pulau keramaian….ada BANK?????? gua disana hampir 3 minggu…..tinggal di pulau itu….. TAK PERNAH ADA BANK. SANGAT YAKIN SAYA. ngaco aja deh sebut ada BANK BRI……….. prettttttt
Dalam jawaban, admin sebut “Entah, kemungkinan BRI” saya ulangi “KEMUNGKINAN”.
Sebaiknya sebelum berkomentar baca dan perhatikan dengan seksama, kata demi kata, kalimat demi kalimat, sehingga memahami isi tulisan. Dalam tulisan diatas TIDAK ADA kata atau kalimat BANK atau BANK BRI.
Namun demikian, admin menyampaikan terima kasih atas kunjungan anda di situs ini, mudah-mudahan bermanfaat. Selamat berkarya
saya bidan …,mohon info nomer hape pustunya …
2 tumbs up bwt warga disana
beberapa kali ada pemilu semua surat suara sampai di pulau itu, tapi sampai saat ini pun bantuan listrik tidak pernah sampai.
ironi….
padahal signal telepon uda sampai di sana dari dulu…
sarana transportasi juga hanya bisa ditempuh dengan kapal laut mini yang tersedia 10 hari sekali…
Info terakhir dari Dinas ESDM Sumenep, wilayah yang belum berlistrik tampaknya sudah direncanakan. Entah kapan