Hanya saja, kemakmuran penduduk tersebut tidak ditunjukkan pada rumah-rumah mereka. Rumah-rumah penduduk di pulau tersebut sangat sederhana, relatif kecil, dan dari kayu.
Ternyata warga memang tidak tertarik membangun rumah besar, sebab harga tanah di pulau tersebut relatif mahal jika dibandingkan dengan daerah lain. Untuk tanah di daerah pesisir, rata-rata harganya Rp 1,5 juta/meter persegi. Untuk daerah perkebunan di dataran tinggi lebih mahal lagi.
Di samping itu, bahan bangunan sulit didapatkan. Untuk belanja bahan bangunan mulai dari semen, pasir, batu bata, kayu lapis, dan lain-lain, warga harus belanja di Pulau Masalembu yang harus ditempuh lima jam perjalanan. Karena persediaan barang cukup langka, harganya relatif lebih mahal dibanding harga pasaran. Biaya transpornya juga sangat mahal untuk membawa bahan bangunan untuk sampai di Pulau Keramaian.
Tanpa Bantuan
Kemakmuran warga Pulau Keramaian dicapai berkat kerja keras mereka, bukan karena faktor fasilitas pemerintah. Buktinya, untuk membuat dermaga saja dari hasil gotong royong warga. Selain itu juga tidak ada tempat pelelangan ikan di sana karena warga langsung menjual ikan di laut.
Jalan desa pun merupakan jalan pasir, karena struktur pasir pantai tidak mungkin bisa diaspal. Dari 14 kilometer jalan desa di dalam pulau tersebut, sekitar 7 kilometer sudah dipaving dengan lebar sekitar 3 meter.
Demikian juga sarana kesehatan, hanya terdapat Puskesmas Pembantu dengan perangkat dua bidan dan dua perawat, tanpa dokter. Demikian pula sekolah, hanya ada SD negeri, madrasah ibtidaiyah (MI) swasta dan madrasah tsanawiyah (Mts) swasta. Di desa tersebut juga tidak ada pasar, sehingga kalau berbelanja, warga harus ke Pulau Masalembu yang ditempuh perjalanan selama lima jam dengan perahu.
Warga juga merasa ada suatu keajaiban di pulau tersebut, yakni air tanah yang bersih dan tawar, meski membuat sumur di dekat pantai. Selain itu, ada sumber air yang terus mengalir dari dataran tinggi.
“Jadi warga di sini selama ini memanfaatkan air tanah dan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari. Bagi warga yang ingin menyalurkan sampai ke rumah, mereka beli pipa sendiri,” kata H Sahidan, salah seorang tokoh masyarakat Pulau Keramaian.
sumber: indonesiamedia
Di karamian ada bank apa?
Entah, kemungkinan BRI
wkwkwkwkw…………KATA SIAPA di pulau keramaian….ada BANK?????? gua disana hampir 3 minggu…..tinggal di pulau itu….. TAK PERNAH ADA BANK. SANGAT YAKIN SAYA. ngaco aja deh sebut ada BANK BRI……….. prettttttt
Dalam jawaban, admin sebut “Entah, kemungkinan BRI” saya ulangi “KEMUNGKINAN”.
Sebaiknya sebelum berkomentar baca dan perhatikan dengan seksama, kata demi kata, kalimat demi kalimat, sehingga memahami isi tulisan. Dalam tulisan diatas TIDAK ADA kata atau kalimat BANK atau BANK BRI.
Namun demikian, admin menyampaikan terima kasih atas kunjungan anda di situs ini, mudah-mudahan bermanfaat. Selamat berkarya
saya bidan …,mohon info nomer hape pustunya …
2 tumbs up bwt warga disana
beberapa kali ada pemilu semua surat suara sampai di pulau itu, tapi sampai saat ini pun bantuan listrik tidak pernah sampai.
ironi….
padahal signal telepon uda sampai di sana dari dulu…
sarana transportasi juga hanya bisa ditempuh dengan kapal laut mini yang tersedia 10 hari sekali…
Info terakhir dari Dinas ESDM Sumenep, wilayah yang belum berlistrik tampaknya sudah direncanakan. Entah kapan