OIeh : Abdur Rozaki
Di saat melakukan penelitian tentang tokoh informal di Madura sebagian besar para akademisi selalu memiliki kesimpulan yang tunggal, yakni para kiai atau tokoh agamalah yang memiliki pengaruh dominan sebagai informal leader di Madura. Kesimpulan itu memang tidak s&ah, namun tidak cukup Iengkap. Saat melakukan penelitan untuk tesis master di UGM saya menemukan temuan baru dalam konteks kajian akademis — meskipun bagi orang Madura sendiri bukan hal yang baru — bahwa tidak hanya kial yang menjadi bagian penting bagi elite masyarakat pedesaan, informal leader yang signifikari, tapi juga para blater.
Blater adalah elite pedesaan yang memiliki social origin dan tradisi yang berbeda dengan kuitur kiai. Bila kiai dibesarkan di dalam kultur keagamaan, sedangkan blater dibesarkan dalam kultur jagoanisme, dekat dengan ritus kekerasan. Bfla kial dekat dengan tradisi tahlilan dan pengajian maka blater dengan dengan tradisi sandur, remoh dan kerapan sapi. (Rozaki:2004).
Memang istilah blater hanya popluer di Madura bagian barat (Bangkalan dan Sampang), sedangkan di Madura bagian timur (Pamekasan dan Sumenep) lebih populer dengan sebutan bajingan. Dan sekian banyak elite jagoan yang saya wawancarai, kesimpulan yang dapat dipetik temyata ada tingkatan dan kelas tersendiri yang membedakan pengertian bajingan dengan blater. Potret bajingan Iebih kental bermain pada dunia hitam dan memiliki perangai yang kasar dan keras sedangkan blater sekalipun dekat dengan kultur kekerasan dan dunia hitam, namun perangai yang dibangun lebih lembut, halus dan memihki keadaban. Di kalangan mereka sendin dalam mempersepsikan din, blater adalah bajingan yang sudah naik kelas atau naik tingkat sosialnya.
Untuk menyebut informal leader selain kiai, saya lebih senang mempopulerkan istilah blater dibandingkan bajingan. Bahasa blater adalah khas Madura yang tidak ditemukan diberbagai daerah lainnya bila menyebut sosok istilah jagoan. Bila di Banten ada Jawara, Betawai ada Jagoan maka di Madura ada blater. Sedangkan istilah bajingan hampir ditemukan di banyak tempat. khususnya di Jawa.
Abdur Rozaki mengulas Islam dan kiai di Madura dengan baik dalam buku-bukunya. Karya-karyanya memperkaya khazanah keislaman, kedaerahan, dan keindonesiaan.
Bagi yang ingin mengenal Madura dan segala kompleksitasnya, perlu membaca buku-buku karya Abdur Rozaki. Beliau menggambarkannya dengan baik.
Saya bangga dengan Bapak Abdur Rozaki, yang berusaha mengenalkan Madura dan dinamikanya melalui karya-karya beliau. Semoga suatu waktu saya bisa silaturrahim dan berdiskusi dengan beliau.
Abdur Rozaki sangat bagus menuliskan tentang orang kuat lokal di Madura. Saya sangat antusias membaca tulisan-tulisan beliau, seperti “Islam, Oligarki Politik, dan Perlawanan Sosial,” “Menabur Karisma, Menuai Kuasa,” dan tulisan-tulisan lainnya.
Saya saat ini sedang mengerjakan skripsi saya tentang peran pemimpin madura perantauan di kota saya banjarmasin, tapi sayabg diperpustakaan dikota saya sangat jarang buku yang membahas mengenai itu, saya sudah keliling mencari buku bapak, mudahan nanti di jogja saya bisa dapat buku karangan bapan
Tampaknya belum ditemukan terbitan buku tentang kepemimpinan madura perantauan