Proses waktu memberikan gambaran pada kita bahwasannya komunitas blater sudah menjadi fakta sosial (social fact) yang tidak dapat dibantah. Sekalipun Islam mendominasi percaturan sosial politik, ekonomi dan budaya di Madura, tetapi dalam perkembangan Islam di masyarakat kenyataannya tidak saja melahirkan elite kiai semata, namun tumbuh kultur lain yang selalu beririsan antara dialektika Islam dan adat atau kebiasaan lokal yang embrionya tumbuh sebelum Islam populer di Madura. Tradisi carok dan kerapan sapi embrionya sebenarnya berasal dan kultur adat atau tradisi lokal Madura.
Kedua tradisi ini sampai saat ini kalau dikritisi menjelaskan masih adanya ketegangan simbolik antara kultur Islam dengan kebiasaan lokal. Namun ketegangan ini diselesaikan dengan secara wsinkretis, yakni keduanya diakomodasi sebagal nilai kemaduraan. Sudah waktunya kini orang Madura merefieksikan ulang, carok yang seperti apakah yang ‘Isiami’ dan ‘kafin’ agar tidak terjadi gebyah uyah seolah membunuh orang itu dilegalisasi oleh adat dan tradisi bahkan Islam. Terlebih kalau didialogkan dengan hukum bernegara di Indonesia.
Ranah Sosial Kiai dan Blater
Melihat perkembangan sosial budaya peran kiai dan blater mi menarik untuk terus dicermati. Bila kiai di masa Lalu sebatas menjadi elite di masyarakat pedesaan, untuk konteks Madura pasca reformasi, kini kiai juga menjadi bagian penting dan elite perkotaan karena posisi kekuasaan formal yang kini disandangnya. Banyak kiai yang duduk di jabatan formal, baik sebagai bupati dan anggota dewan.
Jadi dalam perkembangan sekarang ada dua pilar kiai, yakni mereka yang benar-benar murni sebagal informal leader. Meminjam istilah terbaru Gus Dur, yakni kiai kampung. Kiai kampung adalah kiai yang sangat dekat dengan aktifitas keseharian rakyat, jauh dari politik kekuasaan. Sedangkan kiai politik menempel di kekuasaan. Peran kiai politik sebagai informal leader bergeser menjadi pemimpin formal (formal leader). Kiai kampung konsisten berada di jalur kultural sedangkan kiai politik berada di jalur struktural. Perkembangan ini sebenarnya sesuatu yang wajar saja dalam alam berdemokrasl.
Abdur Rozaki mengulas Islam dan kiai di Madura dengan baik dalam buku-bukunya. Karya-karyanya memperkaya khazanah keislaman, kedaerahan, dan keindonesiaan.
Bagi yang ingin mengenal Madura dan segala kompleksitasnya, perlu membaca buku-buku karya Abdur Rozaki. Beliau menggambarkannya dengan baik.
Saya bangga dengan Bapak Abdur Rozaki, yang berusaha mengenalkan Madura dan dinamikanya melalui karya-karya beliau. Semoga suatu waktu saya bisa silaturrahim dan berdiskusi dengan beliau.
Abdur Rozaki sangat bagus menuliskan tentang orang kuat lokal di Madura. Saya sangat antusias membaca tulisan-tulisan beliau, seperti “Islam, Oligarki Politik, dan Perlawanan Sosial,” “Menabur Karisma, Menuai Kuasa,” dan tulisan-tulisan lainnya.
Saya saat ini sedang mengerjakan skripsi saya tentang peran pemimpin madura perantauan di kota saya banjarmasin, tapi sayabg diperpustakaan dikota saya sangat jarang buku yang membahas mengenai itu, saya sudah keliling mencari buku bapak, mudahan nanti di jogja saya bisa dapat buku karangan bapan
Tampaknya belum ditemukan terbitan buku tentang kepemimpinan madura perantauan