Permasalahannya adalah bila kiai politik ini gagal menjalankan pohtik pemerintahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka akankah nasib komunitas kiai akan serupa dengan nasib para kaum pnyayi di Madura yang mengaLami kebangkrutan kultural dan struktural menjelang akhir abad 19? (Mansoomor.1995). Saat itu kaum priyayi memegang kendalikekuasaan formal di Madura, birokrasi dikuasai dan dikendalikan para priyayi. Tapi jabatan yang diemban tidak untuk membuat masyarakat sejahtera malah sengsara sehingga rakyat Iebih cinta pada kiai yang posisinya kala itu sebagal Informal leader. Sejarah akan menguji akankah nasib kiai akan sama dengan para pnyayi? Para kiailah yang dapat menjawabnya.
Lalu bagaimana dengan komunitas blater? Kaum blater masih dominan di posisi sebagai elite pedesaan, belum merangkak secara cepat Iayaknya kiai yang begitu eksis dan tampil dominan sebagai elite perkotaan. Blater sebagai orng kuat di desa masih tampil cukup dominan. Di pedesaan, komunitas blater masih memainkan peran sebagal broker keamanan dalam interaksi ekonomi dan sosial politik. Selain itu tak sedikit yang bemain di dua kaki, selain sebagai broker keamanan juga sebagal tokoh formal, yakni menjadi state apparatus dengan cara menjadi kiebun (kepala desa). Di banyak tempat di pedesaan Madura, tak sedikit klebun desa berasal dan komunitas blater atau dipegaruhi oleh politik perblateran.
Jebakan Krisis
Tanda-tanda adanya krisis di kalangan informal leader di Madura mulai tampak kepermukaan. lronisnya justru terjadi di era reformasi. Padahal di era ini terdapat nilai desentralisas dan otonomi daerah yangorientasinya mendekatkan negara terhadap masyarakatnya melalui kebijakan pemerintahan yang partisipatif, akomodatif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kebijakan daerah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan ekonomi masyarakat meningkat. Akses pendidikan, kesehatan, perumahan dan pekerjaan menjadi semakin mudah dan murah
Ada kecenderungan praktek desentralisasi dan otonomi daerah justru semakin meningkatkan beban dan biaya hidup masyarakat. Kebutuhan pokok terus meningkat naik tanpa disertai pendapatan rakyat yang meningkat pula. Berbeda balik dengan para pejabat formal yang terus menaik pendapatannya. Kini ada jurang yang semakin lebar antara masyarakat dengan elitenya, baik formal leader ataupun informal leader.
Abdur Rozaki mengulas Islam dan kiai di Madura dengan baik dalam buku-bukunya. Karya-karyanya memperkaya khazanah keislaman, kedaerahan, dan keindonesiaan.
Bagi yang ingin mengenal Madura dan segala kompleksitasnya, perlu membaca buku-buku karya Abdur Rozaki. Beliau menggambarkannya dengan baik.
Saya bangga dengan Bapak Abdur Rozaki, yang berusaha mengenalkan Madura dan dinamikanya melalui karya-karya beliau. Semoga suatu waktu saya bisa silaturrahim dan berdiskusi dengan beliau.
Abdur Rozaki sangat bagus menuliskan tentang orang kuat lokal di Madura. Saya sangat antusias membaca tulisan-tulisan beliau, seperti “Islam, Oligarki Politik, dan Perlawanan Sosial,” “Menabur Karisma, Menuai Kuasa,” dan tulisan-tulisan lainnya.
Saya saat ini sedang mengerjakan skripsi saya tentang peran pemimpin madura perantauan di kota saya banjarmasin, tapi sayabg diperpustakaan dikota saya sangat jarang buku yang membahas mengenai itu, saya sudah keliling mencari buku bapak, mudahan nanti di jogja saya bisa dapat buku karangan bapan
Tampaknya belum ditemukan terbitan buku tentang kepemimpinan madura perantauan