Beberapa sumber mencatat bahwasanya adipati Sumenep yang pertama masuk Islam adalah Panembahan Joharsari. Namun, bila merujuk pada silsilah raja-raja di Sumenep yang disimpan oleh orang-orang Kauman, pendapat itu dapat diragukan. Pasalnya, Panembahan Joharsari tidak memiliki keturunan langsung dari keluarga Islam, akan tetapi keturunan dari Banyak Wide (Aria Wiraraja) yang mengikuti agama yang dianut oleh kerajaan Majapahit. Malah seperti disebutkan di awal, adipati yang pertama masuk Islam adalah adipati setelah Panembahan Joharsari, yaitu R. Piturut Panembahan atau Panembahan Mandharaka.
Bila benar raja Islam pertama di Sumenep adalah Panembahan Joharsari, suksesi kepemimpinan tampak jelas, karena raja Islam menurunkan tahta kekuasaannya kepada raja Islam. Yang patut menjadi pertanyaan bila benar bahwa Panembahan Joharsari merupakan raja Islam pertama di Sumenep adalah bagaimana Panembahan Joharsari diislamkan. Memang tidak menutup kemungkinan bahwa Panembahan Joharsari telah masuk Islam saat ia menjabat sebagai adipati Sumenep. Jalur perdagangan laut yang terbuka dilintasi para pedagang pada saat itu serta mengingat pendapat para ahli sejarah yang menyatakan terjadi migrasi besar-besaran muslim di Timur Tengah ke Nusantara pada akhir abad ke-13 membuka alasan akan hal itu.
Setelah Panembahan Mandharaka, secara keturunan, dimulailah masa raja-raja Islam di Sumenep hingga selanjutnya. Anaknya, Panembahan Noto Projo (Pangeran Bukabu) —Dalam Babad Sumenep dikisahkan bahwa dari Pangeran Bukabu lahir banyak kyai dan alim ulama— dan Panembahan Noto Ningrat (Pangeran Baragung) menjadi penerus kerajaan. Kemudian selalu diteruskan oleh keturunan keluarga, mulai dari Raden Anggung Rawit yang dijuluki Setjoadiningrat I, Temenggung Gadjah Pramudo atau Pangeran Setjodiningrat II, Panembahan Blingi atau Ario Pulang Djiwa, Pangeran Adi Poday atau Ario Baribin, Pangeran Jokotole atau Pangeran Setjodiningrat III, Raden Ario Wegonando atau Pangeran Setjodiningrat IV, sampai Pangeran Siding Puri alias R. Ario Wonoboyo atau Pangeran Setjodiningrat V.
Meskipun di dalam silsilah dapat dikatakan raja-raja di Sumenep telah masuk Islam setelah Panembahan Joharsari, pendapat ini masih diperdebatkan, karena pada zaman itu, Madura, termasuk Sumenep, masih merupakan bagian dari kerajaan non-Islam (Majapahit). Hubungan antara Sumenep dan Majapahit pun cukup erat. De Graaf dan Pigeaud menggambarkan bahwa di zaman Majapahit, beberapa keluarga raja Madura mempunyai hubungan keluarga dengan bangsawan istana Jawa. Para raja di Pulau Madura juga berkewajiban menyerahkan upeti-upeti tertentu, seperti tenaga-tenaga kerja kepada raja tertinggi di Jawa dan pada waktu tertentu menyatakan kesetiaan mereka, antara lain dengan memberikan uang pengakuan, melakukan kunjungan kehormatan, dan ikut serta dalam pesta-pesta di istana.[16] Para ahli sejarah Barat, dalam melihat hal itu mengambil sikap hati-hati. Banyak dari mereka yang tidak berani mengambil interpretasi bahwa Islam telah masuk Sumenep pada masa-masa itu. Malah Audrey Kahin menyatakan secara tegas bahwa Islam masuk ke tanah Madura pada abad ke-16 (sekitar tahun 1528).[17]
Sementara itu, ada yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Sumenep melalui seorang pengajar Islam yang bernama Sunan Padusan. Diceritakan bahwa Islam diajarkan melalui kombinasi dengan budaya yang telah melekat di masyarakat. Salah satunya adalah bila santri telah dianggap mampu melakukan rukun Islam, maka ia dimandikan dengan air yang dicampuri dengan bunga-bunga. Melalui pola pengajarannya itu, banyak rakyat Sumenep tertarik pada Islam, sehingga membuat Jokotole, raja Sumenep pada masa itu, masuk Islam. Di dalam Babad Sumenep, putri Jokotole memang dikisahkan menikah dengan Sunan Padusan. Tempat tinggalnya di Batuputih Sumenep.[18]
Setelah Pangeran Setjodiningrat V, Sumenep tidak lagi dipimpin oleh raja dari keturunan Panembahan Joharsari. Salah satu faktor kuat yang mendorong perubahan politik di Sumenep itu adalah keruntuhan Majapahit dari awal abad ke-16 yang akhirnya jatuh pada tahun 1572. Sesudah itu mereka mengakui kekuasaan tertinggi dari Kesultanan Demak yang telah berhasil keluar sebagai pemenang terkuat dalam perebutan kekuasaan. Bersamaan dengan itu, penyebaran dan pertumbuhan agama Islam pun semakin berkembang. Merujuk pada silsilah tadi, adipati Sumenep setelah Pangeran Setjodiningrat V adalah Temenggung Kanduruan. Temenggung Kanduruan merupakan keluarga dari Kesultanan Demak, yaitu anak dari Sultan Demak, Raden Fatah. Dari sanalah lahir para pemimpin Sumenep selanjutnya. Pada periode ini jelas bahwa kerajaan di Sumenep telah dikuasai oleh raja-raja Islam.
Mengenai perubahan politik ini, ada kisah menarik yang berkembang dalam tutur Jawa Sedjarah Dalem tentang cerita panjang lebar yang agak kacau tentang raja-raja Sumenep. Di situ tertera nama-nama Aria Bribin dari Pamekasan, Kuda Panolih dari Sumenep dan patihnya Banyak Wedi. Dalam cerita itu juga muncul Temenggung Kanduruwan, yang merupakan anak pertama dari raja Demak dan Ratu Kumambang, seorang ratu di Japan (sebutan lain untuk Majapahit). Sedikit banyak atas perintah tuan putrinya, Temenggung Kanduruwan membunuh cucu Banyak Wedi, termasuk keturunannya yang menjadi raja di Sumenep, sehingga keturunan maupun keluarga dari Banyak Wedi tidak memiliki keturunan.
Raja yang malang ini bernama Ario Wanabaya, dan sesudah meninggal bernama Pangeran Seda Puri. Setelah keturunan dan keluarga Banyak Wedi dihabisi, Temenggung Kanduruwan melakukan semacam kudeta menjadi raja Sumenep selanjutnya. Sampai sejauh mana kebenaran cerita tutur Jawa itu tidak dapat diteliti lagi. Menurut cerita Sumenep, di kota itu di Kampung Masegit Barat, dekat masjid, di bagian barat, terdapat tempat tinggal Temenggung Kanduruwan yang menggantikan Pangeran Seda Puri. Belum ada kepastian apakah Kanduruwan ini penguasa Islam yang pertama di Sumenep.[19]
15 Terjemahan, Adapun tentang pulau Madura tidak termasuk negeri asing, karena konon zaman dulu menjadi satu dengan tanah Jawa, tahun Saka Samudrananggungbhumi —124 (samudera—4, nanggung—2, bhumi—1 ->202 M), kala itu masanya terpisah tetapi tidak jauh asalnya memang satu.
__________________
16 Huub de Jonge, Op.Cit., hal. 46.
17 Kamus Sejarah
18 Raden Werdisastra, Babad Sumenep, Pasuruan: Garoeda Buana Indah, hal. 123.
19 H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Op.Cit., hal. 196.
Tulisan bersambung:
- Masa Kejayaan Kerajaan Sumenep Pra Islam
- Raja-raja Sumenep yang Berkuasa Masa Pra Islam
- Peperangan Periode Koloneal di Tanah Sumenep
- Kerajaan Sumenep Masa Periode Islam
- Masa Keemasan Zaman Sultan Abdurrahman
- Pengaruh Islam dalam Sistem Birokrasi Pemerintahan Sumenep
- Hubungan Kerajaan Sumenep dengan Belanda
- Pengawasan VOC Tidak Seketat Madura Barat
- Konflik yang Mengakibatkan Keruntuhan Kerajaan Sumenep