Setelah melakukan seremonial mengelilingi lapangan, sepasang sapi tersebut dibawa ke tempat yang teduh, menunggu giliran nomer perlombaan. Semua aksesoris di tubuh sapi ditanggalkan, dan sepasang sapi tersebut telah siap tempur untuk memacu kecepatannya berlari.
Dari masa ke masa dan telah beratus-ratus tahun pesta rakyat Kerapan Sapi ini dilombakan. Tentunya telah terjadi perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Pada era sekarang tidak lagi melakukan perkemahan pada malam hari, namun sapi-sapi yang akan dilombakan langsung datang pada hari H, saat perlombaan. Selain itu pada awal keberadaan Kerapan Sapi, tidak ada model penyiksaan seperti pada masa sekarang. Untuk memperkencang laju Sapi ketika berlaga, maka dipergunakan pelepah daun pisang (pak-kopak), dibentuk semacam mainan dan menimbulkan suara keras ketika dipukulkan ke punggung sapi. Binatang tersebut benar-benar diperlakukan secara manusiawi.
Berbeda dengan era sekarang “rekeng coccona” sapi (alat pemacu yang digunakan joki) dilengkapi dengan benda-benda tajam. Benda-benda tajam tersebut kemudian ditusuk-tusukkan oleh Joki ke pantat sapi, begitu aba-aba dimulai. Tentu saja sapi-sapi akan lebih memperkencang laju larinya, karena kesakitan. Belum lagi bentuk penyiksaan yang lain, sebelum sapi di lepas berlaga di arena, seluruh bagian badan terutama bagian kepala sapi disiram air cabe atau dibaluri reumason.