Atraksi di arena kerapan sungguh sangat menegangkan, mengasyikkan sekaligus menakjubkan. Bagaimana tidak ? Ketika dua atau tiga pasang sapi dilepas di tengah arena, berpacu dengan kecepatan tinggi, setelah tiba di garis finis harus ditahan laju kekencangan berlarinya. Agar tidak menabrak kian kemari dan menimbulkan korban berjatuhan. Dari arena itu, dapat disaksikan kepiawaian para joki dalam mengendalikan laju sapi tunggangannya juga kemahiran serta ketangkasan para petugas dalam mengendalikan perlombaan tersebut. Dan dapat dilihat pula, betapa mahir para pelatih hewan dalam menanamkan disiplin yang tinggi pada sapi-sapinya.
Di setiap kabupaten dalam wilayah Madura, terdapat lapangan kerapan yang dipergunakan dalam setiap even lomba. Lapangan Kerapan Sapi dilengkapi dengan tribune yang dibangun agak tinggi, sehingga penonton dengan leluasa dapat menyaksikan pertunjukan dari atas, tanpa takut ditabrak oleh sepasang sapi yang sedang berpacu. Di tepi lapangan juga dibatasi pagar bambu, dimana para supporter dari masing-masing sapi bergabung dengan para penonton untuk memberikan semangat kepada sapi yang sedang berlaga, teriakan-teriakan massa membahana, riuh rendah, bergemuruh, bersamaan dengan kecepatan sapi yang sedang berpacu.
Suasana yang demikian itulah, menjadi salah satu daya tarik luar biasa. Karena dalam arena ini, yang dipertontonkan adalah ketangkasan, ketangguhan, keuletan, kegigihan dan kelihaian untuk menjadi yang tercepat dan terdepan. Ekspresi urakan, kesangaran, hura-hura terekspos begitu nyata. Sebuah kompetisi yang menguras semua energi, pikiran, tenaga serta emosional massa.
Dibalik kemeriahan dalam arena Kerapan Sapi, ada satu makna filosofi yang sangat mendalam. Yaitu untuk mencapai sebuah tujuan atau cita-cita perlu adanya satu kekompakan dan kebersamaan. Satu tujuan cita-cita akan tercapai apabila berada dalam satu komando. Joki merupakan gambaran sang komando dengan mengendarai sapi tunggangan sebagai alat dalam mencapai tujuan. Dengan melintasi garis lurus (sapi berlari lurus), dipandu oleh Joki. Diumpamakan, garis lurus tersebut adalah pengejawantahan agar manusia senantiasa berada dalam lintasan yang lurus.
Gambaran Joki sebagai komando diperjelas lagi dengan posisi kaki kiri Joki, diletakkan di Kaleles (nangkring), sedangkan kaki kanan merangkul di Kaleles yang melengkung. Ini merupakan gambaran (tipikal) seorang komando (pemimpin) yang harus berdiri tegak diatas yang dipimpinnya, juga merangkul sekaligus memiliki terhadap komponen yang dipimpinnya.
Dalam arti yang lebih lugas, suatu tujuan akan tercapai dan sukses apabila ada kerjasama, kebersamaan dan kekompakan yang dipandu oleh seorang komando (pemimpin), yang memiliki, merangkul juga melindungi komponen yang dipimpinnya. Sang komando dalam menjalankan kepemimpinannya senantiasa melintasi jalan yang lurus, selalu berada dalam rel kebenaran dan jujur.
Adapun aksesoris sekaligus sebagai alat batu dalam menjalankan sapi kerapan, ialah : Kaleles, Pangonong dan ajer. Kaleles berasal dari bahasa Jawa “leles”, yang berarti mengambil sisa. Makna dari Kaleles adalah, seorang komando (pemimpin) harus mendahulukan kepentingan yang dipimpinnya, barulah komando mengambil jatah (sisa) dari bawahannya. Pangonong merupakan pedoman dan Ajer adalah bendera yang akan menjadi tanda sekaligus pemacu semangat. Berkibarnya bendera, adalah gambaran meluapnya semangat dalam meraih suatu tujuan cita-cita.
Dalam even-even tertentu pelengkap kemeriahan pentas rakyat Kerapan sapi, biasanya diadakan bermacam-macam pertunjukan kesenian dan ketrampilan. Diantaranya adalah tarian massal “Tari Pecut”. Tarian ini menggambarkan sebuah ungkapan kegembiraan serta rasa terima kasih para pemilik sapi yang telah berhasil menjadi pemenang. Dan dalam acara tersebut, juga didemonstrasikan ketrampilan sapi betina, yang biasa disebut dengan “Sapi Sono’”. Dalam atraksi ini, sepasang sapi betina akan mempertontonkan kemampuannya memasuki sebuah arena, dengan memanis-maniskan diri, berjalan sambil berjoget serta mengangkat kaki bersamaan ke atas papan.