Dalam kontek akulturasi, komuni-kasi personal seorang imigran dapat dianggap sebagai pengaturan pengalaman akulturasi ke dalam sejumlah pola respon kognitif dan afektif yang dapat diidentifikasi dan konsisten dengan budaya pribumi. Salah satu variabel komunikasi personal terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam hal ini orang-orang Cina dan Belanda dalam mem-persepsi lingkungan pribumi (budaya Madura). Variabel lain komunikasi personal adalah citra diri imigran yang berkaitan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya. Aspek motivasi akulturasi seorang imigran terbukti fungsional dalam memudahkan proses akulturasi.
Semakin tinggi motivasi dari seorang imigran untuk mela-kukan penyesuaian dengan budaya setempat, maka semakin cepat pula proses terjadinya akulturasi budaya. Kedua, komunikasi sosial, berkaitan dengan komunikasi personal ketika dua atau lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak melalui komunikasi sosial individu-individu mengatur perasaan-perasaan, pikiran dan perila-ku-perilaku antara yang satu dengan yang lain-nya.
Komunikasi antar pesonal seorang imigran dapat diamati melalui derajat partisipasinya dalam hubungan-hubungan antar personal dengan anggota-anggota masyarakat pribumi. Derajat keintiman dalam hubungan-hubungan individu telah dikembangkan dengan anggota masyarakat pribumi, merupakan salah satu indikator penting tentang kecakapan komunikasi pribumi yang telah diperolehnya. Komunikasi yang melibatkan hubungan antar personal mem-beri imigran maupun umpan balik yang serem-pak, yang secara langsung berfungsi sebagai kontrol perilaku-perilaku komunikasi imigran.
Ketiga, lingkungan komunikasi. Komuni-kasi personal dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pri-bumi. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.
Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat kelengkapan kelembagaan komuni-tas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budaya yang khas bagi anggota-anggotanya (Taylor, 1979). Lembaga-lembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanan-tekanan situasi antar budaya dan memudahkan akulturasinya. Pada akhirnya masyarakat pribumilah yang memberikan kebebasan atau keluwesan kepada imigran minoritas untuk menyimpang dari pola-pola budaya masyarakat pribumi yang dominan dan untuk mengembangkan lembaga-lembaga etnik.
Artikel bersambung;
- Keraton Sumenep Wujud Akulturasi Budaya Madura, Cina dan Belanda
- Periode Sejarah Terjadinya Akulturasi di Sumenep
- Proses Akulturasi Budaya Madura, Cina dan Belanda,