I
madura: guna cara nuru pita satya pura
Apa yang ada dalam pikiran anda ketika mendengar kata ‘Madura’? Beberapa dengan segera akan berpikir mengenai kondisi geografis Madura yang panas dan gersang, beberapa segera berpikir mengenai ramuan jamu Madura yang terkenal, beberapa segera berpikir mengenai jembatan Suramadu (saya termasuk yang ini), beberapa segera berpikir mengenai sate dan sop kambing (saya juga termasuk yang ini), dan beberapa yang lain berpikir mengenai carok. Sedikit sekali yang berpikir mengenai kesenian. Hélène Bouvier termasuk dalam yang sedikit itu.
Hélène Bouvier meneliti mengenai kesenian di Madura, lebih tepatnya di Kabupaten Sumenep. Sebagai kabupaten di ujung pulau Madura, Sumenep berbagai karakteristik yang sama dengan tiga kabupaten lainnya di pulau Madura. Jika Kuntowijoyo mengaitkan kehidupan orang Madura terkait dengan ekosistem tegalan sebagai jiwanya, maka Hélène Bouvier mengaitkan kehidupan orang Madura dengan kesenian sebagai napasnya.
Kesenian di Madura pada hakikatnya berkaitan erat dengan konteks historis dan kebudayaan Madura itu sendiri. Dalam pandangan Bouvier, sebagai tindakan sekaligus ekspresi, kesenian pada dasarnya bersandar pada irama kehidupan, yang di dapat dengan menggali kedalaman dan jati diri setiap insan. Meskipun demikian Bouvier membatasi diri hanya pada kesenian yang berkembang di Sumenep dengan memberikan detail pada genre, repertoar, kesempatan, pelaku, dan audien penikmat seni. Kajian ini merupakan sedikit dari etnografi mengenai kesenian tradisional yang berhasil menggugah minat saya terhadap seni tradisional.