Pulau Kangean secara administratif masuk wilayah Kabuoaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terdiri dua wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Arjasa dan Kecamatan dan Kecamatan Kangayan. Kepulauan ini memiliki luas wilayah 668 km². Pulau-pulau terbesar adalah Pulau Kangean (188 km²), Pulau Paliat, dan Pulau Sepanjang.
Sebagaimana induk wilayah, yakni Sumenep, Kangean terdapat pula kehidupan tradisi kesenian yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat, seperti “Pangkak”, “Ghendhâng Dumi’” dan yang lain.
Kesenian Pangkak misalnya, oleh masyarakat setempat dijadikan bentuk upacara adat yangawalnya dari kehidupan tradisi unik masyarakat Pulau Kangean. Acara Pangkak, kerap digelar panen padi dengan tujuan sebagai rasa syukur masyarakat kepada Tuhan dan sekaligus untuk menyatukan dan rasa kebersamaan di kalangan masyarakat setempat. Upacara ini dikemas dengan memadukan ritual keagamaan, kesenian, dan aktivitas masyarakat setempat dalam keseharian. Upacara Pangkak bukanlah upacara besar sebagai mana upacara-upacara ritual yang dilakukan masyarakat Sumenep pada umumnya. Namun upacara ini digelar secara sederhana, namun unik. Nilai kebersamaan menjadi tujuan utama dalam gelaran ini. Upacara Pangkak tidak mengandung unsur mistis, namun seutuhnya bentuk gelaran seni tradisi.
Mengingat Pulau Kangean masuk kepulauan dan sulit terjangkau masyarakat di luarnya, maka kesenian Pangkak tidak populer di luar pulau Kangean. Meski demikian, kesenian ini terus berlangsung sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.Maka tak ayal jika keluar sedikit dari kawasan Kangean, Pangkak menjadi sebuah nama yang asing bagi para pendengarnya. Meskipun demikian yang tak boleh dilupakan adalah bahwa Pangkak merupakan salah satu tradisi peninggalan yang dapat menunjukan suatu identitas social kehidupan dari masyarakat Pulau Kangean, sehingga tidak berlebihan kiranya jika bukan hanya masyarakat Pulau Kangean saja yang menjaga identitas tersebut, namun kita secara bersama-sama saling menyelamatkan upacara adat yang hampir punah ini.
Upacara Adat Pangkak mempunyai makna upacara pemotongan padi atau pemangkasan padi saat tiba masa panen. Artian ini diperoleh dari kata Pangkak (Madura) yang dapat diartikan memotong. Tradisi Pangkat tidak lepas dari proses perjodohan, penanaman dan panen padi yang menjadi bagian penting dari latar lahirnya kesenian Pangkak.
Dalam proses penen padi, kesenian Pangkak menjadi penting sebagai ritual masyarakat setempat, dan dihadiri banyak tamu melalui undangan lisan (pengumuman). Makin banyak tamu yang datang, makin tinggi nilai sosialnya bagi yang punya hajat. Dalam adat Pangkak disiapkan sesajen serta kelengkapan lainnya, termasuk tetua adat yang nantinya akan memimpin upacara ada.
Setelah segala sesuatunya telah siap, maka acara tersebut dapat dilaksanakan. Acara ini dilaksanakan pada malam bulan purnama. Pada hadirin berkumpul di tengah sawah dengan mengenakan pakaian terbaiknya. Dalam situasi ini para kaum wanita bertugas menuai padi, sedang kaum pria membantunya mengangkut hasil panen. Setelah proses itu selesai maka dilakukan pembacaan doa/parikan/mantra oleh pawang Pangkak. Adapun mantra tersebut ialah sebagai berikut:
Baca juga: Pangkak, Perjodohan dan Panen Padi