Istilah unik menunjuk pada pengertian leksikal bahwa entitas etnik Madura merupakan “komunitas tersendiri” yang mempunyai karakteristik berbeda dengan etnik lain dalam bentuk maupun jenis etnografinya (Alwi, 2001: 1247). Keunikan budaya Madura itu tampak tidak sejalan dengan kuatitas komunalnya yang menyebar ke berbagai daerah di Nusantara, yakni 9,7 Juta Jiwa (7,5%), menempati peringkat kuantitas etnik terbesar setelah Jawa (45%) dan Sunda (14%) (Kompas, 24 Sept. 2005). Walaupun kedua konsepsi itu tampak tidak sejalan tetapi realitasnya mencerminkan kondisi itu.
Hingga saat ini komunalitas etnik Madura di daerah-daerah perantauan masih tetap harus “berjuang” untuk mempertahankan survivalitasnya dalam menghadapi arus industrialisasi dan modernisasi yang semakin cepat. Keberadaan mereka seolah-oleh kian menyusut karena mereka ternyata mulai enggan mengakui komunitas asalnya saat status sosial ekonominya meningkat. Keengganan untuk mengakui identitas asal mereka dapat dimengerti karena selama ini citra tentang orang Madura selalu jelek sedangkan komunitasnya cenderung termarginalkan sehingga menimbulkan “image traumatik.”
Identitas diri mereka makin tidak dapat dikenali karena ada kecenderungan escapistic dalam berinteraksi sosial di daerah perantauan. Dalam istilah lain, mereka “melucuti identitasnya” yang merupakan ciri khas dan karakteristik etnisitas sesungguhnya yang justru masih melekat erat pada dirinya. Termasuk di dalamnya juga menyembunyikan penggunaan berbahasa Madura antarsesama etnik.